welcome to my blog

Minggu, 29 Mei 2011

anemia defisiensi besi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan anemia yang paling sering terjadi di negara berkembang seperti Indonesia terkait tingkat ekonomi terbatas, kurangnya asupan protein hewani, dan infestasi parasit yang merupakan masalah endemik. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia belum ada data yang pasti, Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil serta 46-92% pada wanita hamil. Anemia ini ditandai dengan terjadinya penurunan kadar hemoglobin, MCV, MCH, MCHC,feritin serum dan meningkatnya Total Iron Binding Capacity (TIBC).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi untuk sintesis heme pada hemoglobin untuk transportasi O2 ke jaringan tubuh. Anemia ini bisa terjadi pada bayi dan anak-anak. Hal ini dikarenakan pada masa bayi dan anak-anak diperlukan asupan besi yang cukup tinggi untuk mencapai kadar normal besi pada dewasa sekitar 5 gr di mana tubuh bayi baru lahir mengandung 0,5 gr besi sehingga diperlukan sekitar 0,8 mg/hari untuk mencapai kadar normal tersebut(Waldo E. Nelson, 2000). Apabila asupan tersebut tidak terpenuhi dapat mengakibatkan defisiensi besi. Selain itu juga dapat disebabkan oleh gangguan absorbsi kongenital, perdarahan akut maupun kronis, dan faktor nutrisi.
Pada skenario 1 diketahui seorang anak laki-laki 2 tahun 6 bulan, BB 11 kg dengan hernia inguinalis lateralis sinistra responibilis yang terdapat bising sistolik pada semua ostia dengan berat badan yang tidak naik-naik dan pucat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan denyut jantung 120 kali/menit, laju respirasi 28 kali/menit, afebril, dan konjungtiva anemis (+). Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Juni 2007 terdapat golongan darah pasien A, AE, AL, AT normal dan kadar hemoglobin turun (6,5 gr%) serta hematokrit turun (24,5 %). Pada gambaran darah tepi terdapat kesan anemia mikrositik hipokromikdan dokter menyimpulkan Diferential Diagnosis (DD) bahwa anak tersebut kemungkinan menderita penyakit kronis dan/atau anemia defisiensi besi. Pemeriksaan laboratorium 18 Juni 2007 terdapat penurunan MCV, MCH, MCHC, besi serum, peningkatan TIBC, albumin 4,5 g/dl, kadar ureum 16 mg/dl (normal), kreatinin 0,4 mg/dl (normal 0,6-1,3) dan adanya ventricular septum defect (VSD) sedang. Pemeriksaan jantung terdapat intensitas meningkat dan reguler pada bunyi jantung I dan II, bising pansistolik serta telapak tangan dan kaki pucat. Pasien anak tersebut mendapatkan terapi dengan sulfas ferrosus 3mg/kg/BB, transfusi PRC, lasix 2x5 mg dan aldacton 2x6,25 mg.
Dengan gambaran kasus di atas, penulis berusaha memberikan pemecahan masalah dan menafsirkan masalah pada pasien tersebut sehingga didapatkan satu diagnosis pada pasien tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah anak tersebut menderita ADB?
2. Bagaimana cara membedakan ADB dengan anemia penyakit kronis maupun anemia hipokromik mikrositik lainnya?
3. Apa penyebab atau etiologi ADB pada anak tersebut?
4. Bagaimana patogenesis, patofisiologi, gejala, penatalaksanaan, dan pencegahan pada penderita ADB?
5. Bagaimana penetapan diagnosis ADB?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui diagnosis pada anak tersebut.
2. Dapat menafsirkan dan menjelaskan pemeriksaan penunjang/laboratorium ADB dengan benar.
3. Dapat menetapkan diagnosis/DD ADB sehingga dapat membedakan ABD dengan anemia mikrositik hipokromik lainnya, khususnya pada skenario ini dengan anemia penyakit kronis.
4. Dapat menjelaskan mulai dari etiologi sampai pencegahan pada ADB melalui langkah-langkah yang sistematis.

D. Hipotesis
1. Anak tersebut menderita anemia defisiensi besi dikarenakan terjadi penurunan kadar hemoglobin, gambaran tepi darah anemia mikrositik hipokromik, MCV < 70 fl, TIBC meningkat, dan besi serum menurun. 2. Penyebab ADB pada anak tersebut disebabkan oleh tingkat kebutuhan besi yang meningkat pada masa pertumbuhan yang tidak diikuti dengan asupan besi yang cukup. 3. Penyebab ADB pada anak tersebut disebabkan oleh gangguan absorbsi besi yang dimungkinkan disebabkan oleh hernia inguinalis dan kongenital. 4. Hernia dengan anemia defisiensi besi tidak memiliki hubungan saling mempengaruhi dan kedua hal tersebut terjadi bersamaan atau hernia terlebih dahulu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin Hemoglobin adalah hemoprotein pembawa oksigen pada eritrosit yang terdiri dari empat gugus hem dan globin. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin (A.V. Hoffbrand, et al., 2005). Pada manusia dewasa hemoglobin utama (mayor) disebut Hb A (hemoglobin dominan setelah 3-6 bulan), yang terdiri dari dua rantai α dan dua rantai β (α2β2) dengan kadar 95% (Slamet Suyono, 2001; A.V. Hoffbrand, et al., 2005). Selain Hb A pada manusia dewasa terdapat hemoglobin pendamping (minor) yang disebut Hb A2 yang terdiri dari 2 rantai α dan dua rantai δ (α2δ2). Kadar Hb A2 pada orang dewasa adalah < 2%. Pada bayi (neonatus) dan janin (embrio) terdapat bentuk hemoglobin lain yaitu: Hb F (hemoglobin fetal) dengan kadar < 3% (Slamet Suyono, 2001) dan hemoglobin embrional. Perubahan utama dari Hb F ke hemoglobin dewasa terjadi setelah 3-6 bulan setelah lahir (A.V. Hoffbrand, et al., 2005). Sintesis hemoglobin dimulai dari suksinil koA, yang dibentuk dalam siklus Krebs berikatan dengan glisin yang dipengaruhi oleh enzim asam δ-aminolevulinat (ALA) untuk membentuk molekul pirol. Koenzim pada reaksi tersebut yaitu piridoksal fosfat (vitamin B6) yang dirangsang oleh eritropoietin (A.V. Hoffbrand, et al., 2005) Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi (bentuk ferro/ Fe2+) untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yang disebut globin, yang disintesis di ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin. Kadar Hemoglobin normal pada laki-laki 14-18 gr/dL dan wanita 12-16 gr/dL. Setiap gram hemoglobin murni mampu berikatan dengan kira-kira 1,39 ml oksigen. Oleh karena itu, pada orang normal, lebih dari 21 ml oksigen dapat dibawa dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin pada setiap desiliter darah, dan pada wanita normal, oksigen yang dapat diangkut sebesar 19 ml (Guyton dan Hall, 1997). Fungsi hemoglobin dalam eritrosit yaitu mengangkut oksigen dari paru ke jaringan melalui arteri dan membawa CO2 dari jaringan ke paru-paru (A.V. Hoffbrand, et al., 2005). B. Metabolisme Besi Besi merupakan mikromineral dan trace element vital yang sangat dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin, mioglobin dan beberapa enzim seperti sitokrom dalam tubuh manusia. Sekitar 65% dari 4000 mg besi yang normal dalam tubuh terikat pada hem. Setiap 1 ml eritrosit yang diproduksi memerlukan 1 mg besi (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004).Besi terdapat dalam berbagai jaringan tubuh dalam bentuk: - Hemoglobin (dalam hem): 65% , dalam bentuk ferro dalam eritrosit. - Ferritin dan hemosiderin : 30% dalam bentuk ferri, disimpan di hati (simpanan terbesar), limpa, dan sumsum tulang untuk eritropoesis. - Mioglobin : 3,5% dalam bentuk ferro untuk mengangkut dan menyimpan O2 dalam otot serta konstraksi otot (Widardo, 2007). - Enzim heme (mis. katalase, sitokrom, peroksidase, flavoprotein) : 0,5%. Sitokrom C berfungsi dalam transfer elektron pada respirasi sel. Katalase berfungsi mengubah H2O2 berbahaya menjadi H2O dan O2 yang tidak berbahaya (Robert K. Murray, et al., 2001). Sitokrom P-540 berfungsi dalam degradasi oksidasi obat-obatan (Suhanantyo, 2007). - Besi terikat transferin (protein beta-globulin pengikat besi dalam sirkulasi) : 0,1% (A.V. Hoffbrand, et al., 2005). Setiap hari tubuh memerlukan 20-25 mg besi yang diperlukan eritropoesis di mana sebanyak 95% besi berasal dari perputaran daur eritrosit dan katabolisme hemoglobin. Hanya 1 mg/hari (5% dari perputaran eritrosit) besi diperlukan asupan dari makanan (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Kebutuhan besi dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan umur. Besi dalam makanan terdiri dari besi heme dan besi nonheme. Besi heme banyak berasal dari hemoglobin dan mioglobin dalam daging, unggas, dan ikan (protein hewani) dan terdapat juga dalam hati dan jantung. Besi nonheme terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan (Widardo, 2007). Besi dalam makanan di lambung akan terjadi perubahan bentuk dari ferri menjadi ferro dibantu oleh enzim ferrireduktase di mana penyerapan besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap (I Made Bakta, et al., 2006). Perubahan tersebut dipengaruhi oleh vitamin C, keadaan asam (HCl), asam amino, dan gula dapat meningkatkan penyerapan besi. Besi dalam bentuk ferri, besi anorganik, pH basa, kelebihan besi, asam phytat, tanat, kalsium, fosfor, tannin dalam teh dan kopi, serat merupakan penghambat absorbsi besi (A.V. Hoffbrand, et al. 2005; Widardo, 2007; I Made Bakta, et al., 2006). Serat dan tannin dapat mengikat besi sedangkan kalsium dan fosfor berkompetisi dalam penyerapan nutrisi sehingga menghambat absorbsi besi. Besi heme 2-3 kali lebih mudah penyerapannnya daripada besi nonheme (Widardo, 2007). Agar besi nonheme mudah diabsorbsi dalam duodenum harus berada dalam bentuk terlarut (Sunita A, 2001). Penyerapan besi maksimal terjadi pada duodenum dan jejunum bagian proksimal (Sunita A, 2001; Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004, Harry R, et al., 2005). Taraf absorbsi besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan besi. Apabila cadangan besi cukup atau berlebih maka akan terjadi penurunan absorbsi besi. Besi dari asupan makanan hanya mencapai 5-10% yang diabsorbsi (Waldo E. Nelson, 2000). Besi nonheme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin menjadi transferin besi yang akan masuk ke dalam sel mukosa. Di dalam sel mukosa tersebut, besi dilepaskan dan apotransferin aka kembali kelumen usus untuk mengangkut besi lainnya. Sebagian besi tersebut berikatan dengan apoferritin membentuk ferritan sebagai cadangan besi dalam sel. Sebagian lainnya yang tidak diikat oleh apoferritin akan masuk ke peredaran darah yang berikatan dengan apotransferin membentuk transferin serum (Harry R, et al., 2005). Transferin darah membaw besi menuju sumsm tulang untuk pembentukan hemoglobin yang merupakan bagian dari eritrosit. Sisanya di bawa ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Kelebihan besi disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin di hati, sumsum tulang, limpa, dan otot (Sunita A, 2001). Ekskresi besi melalui perdarahan, feses, keringat, urin, menstruasi, dan pengelupasan rambut dan kulit (Suhanantyo, 2007; Widardo, 2007). C. Pemeriksaan Laboratorium/Penunjang Diagnosis ADB 1. Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin Pada orang dewasa normal jumlah eritrosit pada laki-laki 4,6-6,2 juta/mm3 dan pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3. Kadar hemoglobin normal pada laki-laki 13,5-18 gr/dl dan perempuan 12-16 gr/dl (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Angka normal jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dari setiap penulis memiliki perbedaan begitu juga dengan angka normal pemeriksaan laboratorium lainnya sehingga tidak memiliki angka mutlak. Jumlah eritrosit pada ADB normal atau sedikit menurun dan kadar hemoglobin turun. 2. Indeks erirosit Pemeriksaan indeks eritrosit meliputi Mean Corpuscular Volume (MCV), volume rata-rata sel darah merah; Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), volume hemoglobin rata-rata dalam eritrosit; dan Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC), volume konsentrasi hemoglobin rata-rata. Secara manual perhitungan MCV didapatkan dari pembagian antara hematokrit dengan jumlah eritosit di mana nilai normalnya sebesar 80-98 fl (femtoliter). Perhitungan MCH didapatkan dari perbandingan antara kadar hemoglobin (Hb) dengan jumlah eritrosit dengan nilai normalnya antara 26-32 pg (pikogram). MCHC didapatkan dari perhitungan antara kadar Hb dibagi dengan hematokrit dikalikan 100% dengan nilai rujukan 32-36% (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Pada ADB, terjadi penurun ketiga indeks eritrosit di atas sehingga apusan darah tepinya menunjukkan anemia mikrositik hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada ADB dan thalassemia major. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal (I Made Bakta, et al., 2006). 3. TIBC, Saturasi Transferin, dan Besi Sumsum Tulang TIBC atau kapasitas mengikat besi total merupakan suatu pengukuran untuk mengukur kapasitas transferin serum mengikat besi. Pengambilan darah unutk pemeriksaan ini sebaiknya pada pagi hari setelah puasa 12 jam dan eksklusi suplemen besi selama 12-24 jam. Kemampuan total transferin mengikat besi diukur dari mengukur besi total yang terikat dan pemeriksaan TIBC ini tidak mengukur kadar transferin. Rentang normal untuk TIBC pada orang dewasa adalah 240-360 µg/dl, dan cenderung akan berkurang seiring bertambahnya usia sampai 250 µg/dl pada orang dengan usia di atas 70 tahun. TIBC meningkat pada defisiensi besi dan kehamilan, tetapi mungkin normal atau rendah pada penyakit kronis dan malnutrisi (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Saturasi transferin menggambarkan perbandingan antara besi serum yang ada dengan TIBC dalam bentuk persentase. Saturasi transferin ini memiliki pola diurnal, tinggi pada pagi hari dan rendah pada siang dan sore hari. Persentase saturasi rendah pada defisiensi besidan penyakit kronis dan tinggi pada anemia sideroblastik, keracunan besi, serta hemolisis intravascular dan hemokromatosis (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat kadar cadangan besi untuk proses eritropoesis. 4. Besi serum, protoporfirin eritrosit, ferritin serum Pemeriksaan besi serum dan ferritin serum untuk melihat ada/tidaknya besi dan cadangannya dalam tubuh. Dan protoporfirin eritrosit untuk menentukan pembentukan heme dimana besi akan diikat oleh protoporfirin. D. Anemia Anemia adalah suatu keadaan di mana terjadi kelainan hematologi yang ditandai dengan disfungsi eritrosit dan/atau hemoglobin dalam mensuplai oksigen ke jaringan. Secara laboratorik, anemia terjadi penurunan kadar Hb, hitung eritrosit, dan hematokrit (I Made Bakta, 2006). Kriteria klinik anemia untuk di Indonesia pada umumnya adalah: - Hemoglobin < 10 g/dl - Hematokrit < 30% - Eritrosit < 2,8 juta/mm3 (I Made Bakta, 2006) Klasifikasi anemia menurut morfologi eritrosit A. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg) - Anemia defisiensi besi - Thalassemia - Anemia akibat penyakit kronis - Anemia sideroblastik B. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg) - Anemia pascaperdarahan akut - Anemia aplastik-hipoplastik - Anemia hemolitik- terutama didapat - Anemia akibat penyakit kronik - Anemia mieloptisik - Anemia pada gagal ginjal kronik - Anemia pada mielofibrosis - Anemia pada sindrom mielodisplastik - Anemia pada leukemia akut C. Anemia Makrositik 1. Anemia megaloblastik - Anemia defisiensi asam folat - Anemia defisiensi vitamin B12 2. Nonmegaloblastik - Anemia pada penyakit hati kronik - Anemia pada hipotiroid - Anemia pada sindrom mielodisplastik BAB III DISKUSI DAN PEMBAHASAN A. Data Klinis dan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien Pada skenario, kemungkinan anak laki-laki 2 tahun 6 bulan (selanjutnya disebut pasien) akan melakukan operasi hernia inguinalis lateralis sinistra responibilis (suatu keadaan bagian usus masuk ke dalam kanalis ingunalis kiri yang tidak dapat kembali) sehingga dokter bedah menyarankan pasien untuk dikonsulkan ke dokter bagian anak untuk mengetahui lebih lanjut apakah pasien memenuhi syarat untuk dioperasi. Dikarenakan pasien akan melakukan operasi sehingga dokter bagian anak melakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan darah di mana salah satu tujuannya untuk mengtahui apakah ada kelainan pada sistem hematologinya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan denyut jantung normal, laju respirasi 28x/menit (takipneu), tanpa demam, dan konjungtiva anemis (+). Konjungtiva anemis (+) merupakan salah satu tanda anemia dan pasien tanpa demam/afebril menunjukkan tidak ada infeksi patologis. Berat badan pasien tidak naik-naik dan pucat dapat disebabkan oleh ventricular septum defect (VSD) dan anemia. VSD sedang pada pasien ditemukan pada pemeriksaan laboratorium 18 Juni 2007. VSD merupakan kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler sehingga menyebabkan bercampurnya darah arteriil (kaya O2) dengan darah venosa (kayaCO2) sehingga pasokan O2 ke jaringan berkurang sehingga terjadi pucat sedangkan pucat karena anemia disebabkan hemoglobin sebagai alat transportasi O2 berkurang yang menyebabkan suplai gas tersebut berkurang ke jaringan. Bising sistolik pada pasien dapat disebabkan oleh beban kerja jantung yang kuat untuk dapat mensuplai O2 ke jaringan dikarenakan penurunanfungsi dari hemoglobin sebagai alat transport oksigen. Hasil pemeriksaan laboratorium 16 Juni 2007 menunjukkan kadar Hb turun (6,5 g%), jumlah eritrosit normal, hematokrit turun (24,5 %), jumlah leukosit dan trombosit normal. Penurunan Hb dan Hct menunjukkan pasien tersebut menderita anemia. Keadaan normal pada leukosit menunjukkan bahwa tidak ada infeksi pada pasien tersebut sehingga tidak mungkin pasien tersebut menderita anemia yang disebabkan infeksi parasit seperti: cacing tambang. Jumlah trombosit normal menunjukkan tidak ada perdarahan baik akut maupun kronik pada pasien tersebut sehingga tidak memungkinkan penyebab anemia pada pasien yaitu akibat perdarahan. Gambaran darah tepi eritrosit menunjukkan bahwa pasien mikrositik (ukuran sel di bawah normal), hipokromik (konsentrasi Hb di bawah normal, pucat), anisositosis (variasi bentuk abnormal eritrosit) dan eritroblas (-) menunjukkan tidak/kurangnya pembentukan eritropoesis. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang tanggal 16 Juni 2007, dokter memutuskan diagnosis banding pasien yaitu anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronis. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2007, terjadi penurunan indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), penurunan serum besi, peningkatan TIBC, kadar albumin, kreatinin, dan ureum normal. Penurunan indeks eritrosit menunjukkan adanya eritrosit mikrositik hipokromik. Penurunan serum besi dapat mendeteksi pasien terkena anemia defisiensi besi atau anemia penyakit kronik. Kadar normal dari ureum, kreatinin, dan albumin menunjukkan bahwa tidak ada kelainan ginjal yang dapat menyebabkan anemia. Adanya telapak tangan dan kaki pucat sebagai gejala umum dari anemia. B. Penetapan Hipotesis dan Diagnosis Pasien Pasien menderita anemia dikarenakan adanya penurunan indeks eritrosit, penurunan Hb, penurunan hematokrit yang disertai tanda dan gejala anemia, diantaranya: konjungtiva anemis (+), pucat, telapak tangan dan kaki pucat. Penurunan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menunjukkan pasien anemia mikrositik hipokromik. Kadar normal pada jumlah leukosit dan trombosit menunjukkan bahwa tidak ada infeksi dan perdarahan yang dapat menyebabkan anemia. Begitu juga dengan kadar normal pada ureum, kreatinin, dan albumin menunjukkan tidak adanya kelainan ginjal yang dapat menyebabkan anemia. Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien didapatkan penurunan MCV < 70 fl di mana hal tersebut hanya terdapat pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major. Peningkatan TIBC dan penurunan serum besi merupakan hasil pemeriksaan yang khas untuk anemia defisiensi besi di mana hal tersebut tidak terdapat pada anemia mikrositik hipokromik lainnya (anemia penyakit kronis, anemia sideroblastik, dan thalassemia). Walaupun sebetulnya terdapat satu pemeriksaan penunjang lagi yang dapat mengidentifikasikan anemia defisiensi besi yaitu besi sumsum tulang. Pada anemia defisiensi besi, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang (hasil negatif) sedangkan pada anemia mikrositik hipokromik lainnya besi sumsum tulang bisa meningkat atau normal. Berdasarkan hal di atas, maka pasien tersebut mengalami anemia defisiensi besi. Adapun etiologi atau penyebab dari ADB pada pasien tersebut memiliki beberapa kemungkinan. Pertama, tingkat kebutuhan gizi besi meningkat karena pasien dalam masa pertumbuhan yang tidak diikuti oleh asupan gizi yang tidak cukup. Kebutuhan besi menurut AKG tahun 1998 pada anak usia 1-3 tahun membutuhkan 8 mg zat besi. Karena absorbsi besi maksimal mencapai 10%, maka dibutuhkan besi 80 mg pada usia tersebut. Untuk mencukupi jumlah tersebut diperlukan asupan gizi besi yang berasal dari protein hewani maupun nabati atau susu sapi. Kemungkinan anak tersebut kekurangan asupan gizi besi yang cukup sehingga menderita ADB. Untuk mengetahui etiologi secara pastio diperlukan pengetahuan pola makan, asupan gizi, pertumbuhan pasien. Kedua, penyebab ADB dikarenakan gangguan absorbsi besi yang disebabkan oleh hernia inguinalis yang terdapat pada pasien atau gangguan absorbsi besi bawaan/kongenital. Dapat terjadi kemungkian hernia ingunalis pada pasien tersebut ditandai dengan masuknya usus bagian duodenum dan jejunum dimana tempat tersebut merupakan tempat penyerapan maksimal zat besi. Untuk mengetahuinya lebih jauh diperlukan pemeriksaan lainnya seperti USG untuk melihat proses hernia pada pasien tersebut. Gangguan absorbsi bawaan bisa terjadi pada pasien tersebut. Untuk mengetahui lebih jelasnya, dokter memerlukan data/ infromasi mengenai riwayat penyakit keluarga, tingkat perkembangan dan pertumbuhan pasien, dan lain sebagainya. Ketiga, hernia inguinalis dan ADB pada pasien tersebut merupakan dua hal yan terjadi bersamaan dan tidak saling mempengaruhi. Pasien pada mulanya menderita hernia inguinalis di mana pada saat itu akan di operasi dan membutuhkan pemeriksaan pre-operasi diantaranya seperti yang sudah dilakukan pada pasien ini. Dan dari pemeriksaan tersebut ditemukan anemia defisiensi besi pada pasien tersebut. C. Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kosongnya cadangan besi dalam tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang dan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin. ADB dapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya: - Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan aku maupun kronis dapat berasal dari: Saluran cerna: akibat tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, infeksi cacing tambang, dll. Saluran genitalia : menorrhagia atau metrorhagia Saluran kemih : hematuria Saluran napas : hemoptoe - Faktor Nutrisi: akibat kurangnyajumlah besi total dalam makanan atau bioavaibilitasnya - Kebutuhan besi meningkat : prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, kehamilan, menstruasi. - Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, colitis kronik, dll. Adanya penyebab dari salah satu diatas menyebabkan cadangan besi menurun yang ditandai dengan penurunan ferritin serum, peningkatan absorbsi dalam usus, pengecatan sumsum tulang negative sebagai kompensasi atau mekanisme homeostatis. Apabila kekuragan besi ini berlanjut maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali sehingga menyebabkan berkurangnya besi untuk eritropoesis dalam sumsum tulang sehingga menyebabkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Pada keadaan ini terjadi peningkatan protoporfirin bebas dikarenakan sintesis heme berkurang sehingga produksi prekusor (protoporfirin) meningkat. Saturasi transferin menurun dan TIBC meningkat. Apabila jumlah besi terus-menerus menurun sehingga eritropoesis menurun yang menyebabkan kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia mikrositik hipokromik khususnya anemia defisiensi besi. Gejala umum pada anemia berupa pucat yang disebabkan oleh kurangnya volume darah,berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Adanya takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Badan lemah dikarenakan pasokan O2 untuk respirasi sel menghasilkan energi berkurang. Telingan mendenging pada anemia disebabkan oleh kurangnya oksigenasi pada system saraf pusat dikarenakan oksigenasi lebih mengutamakn organ vital. Pucat pada konjungiva anemis dan jaringan di bawah kuku dikarenakan kurangnya suplai O2 yang dibawa oleh hemoglobin. Gejala khas pada anemia defisiensi besi diantaranya: koilonikia (kuku sendok) di mana kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical, dan menjadi cekung. Disfagia di mana terdapat nyeri telan karena kerusakan epitel hipofaring. Koilonikia dan disfagia disebabkan oleh kurangnya zat besi pada epitel yang juga menyebabkan atrofi papil lidah (lidah licin dan mengkilap) serta stomatitis angularis (keradangan pada sudut mulut, berwarna pucat keputihan). Stomatitis juga dapat diakibatkan karena kurangnya oksigenasi pada jaringan tersebut dikarenakan mengutamakan suplai O2 pada organ vital. Pica (keinginan memakan makanan yang tidak lazim) pada ADB, penulis belum dapat menjelaskan bagaimana bisa terjadi pada ADB. Pada pemeriksaan laboratorium, ADB bisa diidentifikasi melalui penurunan kadar Hb, MCV <> 360 µg/dl) dan penurunan saturasi transferin (< 15%) merupakan hasil laboratorium khas pada anemia defisiensi besi yang dapat membedakan dengan anemia lainnya. Hercberg untuk daerah tropic menganjurkan angka ferritin serum < 20 mg/l untuk diagnosis ADB. Peningkatan reseptor transferin dalam serum dapat membedakan antara ADB dengan anemia penyakit kronik. Dan pemeriksaan laboratorium besi sumsum tulang merupakan pembeda antara ADB dengan anemia mikrositik hipokromik lainnya di mana pada ADB besi sumsum tulang negative (tidak terdapat besi dalam sumsum tulang) sedangkan anemia mikrositik hipokromik lainnya meningkat atau normal.
Setelah diagnosis ditegakkan maka selanjutnya dibuat rencana pemebrian terapi. Terapi untuk ADB terdiri dari dua bagian, yaitu: terapi kausal dan pemberian preparat besi. Terapi kausal merupakan terapi yang dimaksudkan terapi pada penyebab dari timbulnya ADB itu sendiri, hal ini dilakukan agar anemia tersebut tidak kambuh lagi. Tujuan pemberian preparat besi untuk menggantikan kekurangan besi dalam tubuh. Ada dua cara pemberian preparat besi, yaitu: melalu oral dan parenteral. Terapi besi oral meruapakan pilihan yang pertama dikarenakan efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia adalah sulfas ferrosus merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosisnya adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferrosus mengandung besi elemental. Pemberian sulfas ferrosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal. Preparat besi lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate. Efek samping besi per oral yaitu gangguan gastrointestinal berupa mual , konstipasi, nyeri perut, diare, dan kolik sehingga dianjurkan diminum setelah makan dan dalam dosis kecil. Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi memiliki risiko lebih besar dan harganya mahal. Efek sampingnya lebig besar dan berisiko diantaranya: reaksi yang sakit/nyeri pada daerah yang diinjeksi, warna kulit kecoklatan, reaksi sistemik berupa mual, muka merah, alergi, menggigil, dan rasa tidak enak di mulut.
Pencegahan ADB dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan (seperti penyuluhan masyarakat tentang kesehatan lingkungan dan gizi), suplementasi besi, fortufikasi besi ke dalam bahan makanan, dan pemberantasan infeksi cacing tambang.




BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak laki-laki 2 tahun 6 bulan pada skenario mengalami anemia defisiensi besi dikarenakan ditemukan berbagai tanda dan gejala ADB pada pasien tersebut, diantaranya: pucat, penurunan Hb dan serum besi, gambaran darah tepi hipokromik mikrositik, peningkatan TIBC, penurunan saturasi transferin,penurunan indeks eritrosit. Pada pasien tersebut juga mengalami hernia inguinalis lateralis dan VSD. Penyebab dari ADB pada anak tersebut kemungkinan dikarenakan oleh tingkat kebutuhan besi meningkat pada masa pertumbuhan yang tidak diikuti oleh asupan gizi dari makanan yang tidak cukup, gangguan absorbsi bawaan maupun yang disebabkan hernia ingunalis pada pasien. Untuk menentukan penyebab secara pasti diperlukan pengetahuan pola makan, tingkat perkembangan dan pertumbuhan pasien, anamnesis riwayat penyakit keluarga, serta perlua adanya pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan USG untuk mengetahui keadaan hernia pada pasien.

B. Saran
1. Pasien sebaiknya diberikan asupan gizi besi dari makanan yang cukup yang dapat diperoleh dari protein hewani dan protein hewani.
2. Sebaiknya pasien segera dilakukan operasi hernia inguinalisnya dikarenakan hasil pemeriksaan post tranfusi menunjukkan keadan normal dari kadar Hb, jumlah eritrosit, leukosit dan trombositnya.
3. Skenario diharapkan memiliki data-data yang lengkap mengenai anamnesis dan pemeriksaan-pemeriksaan pasien sehingga kita dapat menentukan etiologi atau penyebab dari suatu penyakit dengan jelas.
4. Dokter dan pelayanan kesehatan lainnya sebaiknya dapat berperan aktif dalam upaya promotif dan preventif terhadap masalah anemia ini khususnya anemia defisiensi besi.






DAFTAR PUSTAKA


Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Murray, Robert K, et al. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC.
Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 vol. 2. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A; Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: konsep proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Raspati, Harry, et al. 2005. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta : IDAI.Sacher,
Ronald A; Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.
Samigun. 2007 “Kuliah: Hematinik 97” Bagian Farmakologi FK UNS.
Sudoyo, Aru W, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Tim Penyusun. 2007. Buku Pedoman: Blok IV Hematologi. Surakarta: Unit Pengembangan Pendidikan Kedoteran FK UNS.
Widardo. 2007. “Gizi: Zat Besi” disampaikan dalam kuliah penunjang tanggal 12 Februari 2008 di FK UNS.
Diposkan oleh Febrian di 07:22
Label: Anemia Defisiensi Besi








BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik anak-anak, remaja usia subur, ibu hamil ataupun orang tua. Penyebabnya sangat beragam, dari yang karena perdarahan, kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B
12
, sampai kelainan hemolitik. Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat, lemah, dan secara laboratorik didapatkan penurunan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah dari harga normal. B.

Tujuan 1.

Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia 2.

Tujuan Khusus a.

Mahasiswa mampu mengetahui pengertian anemia. b.

Mahasiswa mampu menyebutkan penyebab anemia. c.

Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa-diagnosa yang mungkin muncul pada pasien anemia. d.

Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada pasien dengan anemia.

BAB II DASAR TEORI
A.

Definisi Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001) Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1mm
3
darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997) B.

Etiologi Penyebab anemia antara lain : 1.

Perdarahan 2.

Kekurangan gizi seperti : zat besi, vitamin B
12,
dan asam folat. (Barbara C. Long, 1996 ) 3.

Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema, dll. 4.

Kelainan darah 5.

Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah. (Arif Mansjoer, 2001) C.

Klasifikasi Secara patofisiologi anemia terdiri dari : 1.

Penurunan produksi : anemia defisiensi, anemia aplastik. 2.

Peningkatan penghancuran : anemia karena perdarahan, anemia hemolitik. Secara umum anemia dikelompokan menjadi : 1.

Anemia mikrositik hipokrom a.

Anemia defisiensi besi Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis), inipun tidak akan menyebabkan anemia bila tidak disertai malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula disebabkan karena :


Diet yang tidak mencukupi


Absorpsi yang menurun


Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui


Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah


Hemoglobinuria


Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru. b.

Anemia penyakit kronik Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru ( abses, empiema, dll ). 2.

Anemia makrositik a.

Anemia Pernisiosa Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B
12
akibat faktor intrinsik karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter autoimun maupun faktor ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin B
12
. b.

Anemia defisiensi asam folat Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan daun

daun yang hijau. 3.

Anemia karena perdarahan a.

Perdarahan akut Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian. b.

Perdarahan kronik Pengeluaran darah biasanya sedikit

sedikit sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna, dan epistaksis. 4.

Anemia hemolitik Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali. 5.

Anemia aplastik Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah. Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin, dll. D.

Manifestasi Klinis Gejala-gejala umum yang sering dijumpai pada pasien anemia antara lain : pucat, lemah, cepat lelah, keringat dingin, takikardi, hypotensi, palpitasi. (Barbara C. Long, 1996). Takipnea (saat latihan fisik), perubahan kulit dan mukosa (pada anemia defisiensi Fe). Anorexia, diare, ikterik sering dijumpai pada pasien anemia pernisiosa (Arif Mansjoer, 2001)

E.

Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan laboratorium ditemui : 1.

Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12

14 g/dl ) 2.

Kadar Ht menurun ( normal 37% - 41% ) 3.

Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik ) 4.

Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi 5.

Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak ( pada anemia aplastik )

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A.

PENGKAJIAN. 1.

Aktifitas / Istirahat


Keletihan, kelemahan, malaise umum.


Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja


Toleransi terhadap latihan rendah.


Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2.

Sirkulasi


Riwayat kehilangan darah kronis,


Riwayat endokarditis infektif kronis.


Palpitasi.
3.

Integritas ego


Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah.
4.

Eliminasi


Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal.


Flatulen, sindrom malabsobsi.


Hematemesi, melana.


Diare atau konstipasi
5.

Makanan / cairan


Nafsu makan menurun


Mual/ muntah


Berat badan menurun
6.

Nyeri / kenyamanan


Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala.
7.

Pernapasan


Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
8.

Seksualitas


Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore


Menurunnya fungsi seksual


Impotent

B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN. 1.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel.


Ditandai dengan:


Palpitasi,


kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh,


ekstremitas dingin


perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat


ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi


Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
2.

Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen


Ditandai dengan:


Kelemahan dan kelelahan


Mengeluh penurunan aktifitas /latihan


Lebih banyak memerlukan istirahat /tidur


Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan darah,


Tujuan :

terjadi peningkatan toleransi aktifitas.
3.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan
.


Ditandai dengan:


Penurunan berat badan normal


Penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut.


Nafsu makan menurun, mual


Kehilangan tonus otot


Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.
4.

Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat


Ditandai dengan :


Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses


Mual, muntah, penurunan nafsu makan


Nyeri abdomen


Ganguan peristaltik


Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya

5.

Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder yang tidak adekuat.


Ditandai dengan tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala- gejala yang membuat diagnosa actual


Tujuan: terjadi penurunan resiko infeksi
C.

INTERVENSI


Diagnosa 1
1.

Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku 2.

Beri posisi semi fowler 3.

Kaji nyeri dan adanya palpitasi 4.

Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien 5.

Hindari penggunaan penghangat atau air panas
Kolaborasi:
1.

Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM 2.

Berikan SDM darah lengkap /pocket 3.

Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi


Diagnosa 2
1 Kaji kemampuan aktifitas pasien 2 Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas 3. Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan 4. Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi 5 Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.


Diagnosa 3.
1 Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai 2 Observasi dan catat masukan makanan pasien 3. Timbang berat badan tiap hari 4 Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering 5 Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang berhubungan 6. Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik
Kolaboras
i: 1.

Konsul pada ahli gizi 2.

Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen. 3.

Berikan suplemen nutrisi


Diagnosa 4
1.

Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. 2.

Kaji bunyi usus

3.

Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung 4.

Hindari makan yang berbentuk gas 5.

Kaji kondisi kulit perianal
Kolaborasi
1.

Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang 2.

Beri laksatif 3.

Beri obat anti diare


Diagnosa 5.
1.

Tingkatkan cuci tangan dengan baik 2.

Pertahan kan tehnik aseptik ketat pada setiap tindakan 3.

Bantu perawatan kulit perianal dan oral dengan cermat 4.

Batasi pengunjung
Kolaborasi
1.

Ambil spesemen untuk kultur 2.

Berikan antiseptic topikak, antibiotic sistemik

PENUTUP
A.

Kesimpulan Anemia sering di jumpai di masyarakat dan mudah di kenali (di diagnosa ). Tanda dan gejalanya beragam, seperti pucat, lemah, maul,dll. Pendiagnosaan anemia dapat di tunjang dengan pemeriksaan laborat yakni adanya penurunan kadar Hb. B.

Saran Sebagai perawat kita harus mampu mengenali tanda

tanda anemia dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia secara benar.

DAFTAR PUSTAKA



Manjoer, Arief. 2001.
Kapita Selekta Kedokteran
. FK UI : Media Aeskulatius


Haznan. 1987.
Compadium Diagnostic dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam
. Bandung : Ganesa.


Ngastiyah. 2001.
Ilmu Keperawatan Anak
. Jakarta : EGC.


Brunner & Suddarth. 1997.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
. Jakarta : EGC.


Doenges, Marilynn, dkk. 1993.
Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
. Jakarta : EGC.


Long, Barbara C.1996
. Perawatan Medikal Bedah ( Suatu Pendekatan Proses Keperawatan )
. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.



























Anemia Pada Ibu Hamil
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGAnemia atau kurang darah sering dikaitkan dengan kondisi lemah, letih, dan lesu akibat kurangnya kandungan zat besi di dalam darah. Tak hanya pada orang dewasa, anak-anak bahkan balita pun bisa terkena anemia. Indonesia jumlah penderita anemia yang berasal dari kelompok anak usia sekolah (6–18 tahun) mencapai 65 juta jiwa. Bahkan, jika digabung dengan penderita anemia usia balita,remaja putri,ibu hamil, wanita usia subur, dan lansia, jumlah total mencapai 100 juta jiwa! ”Artinya, secara kasar bisa dikatakan bahwa satu di antara dua penduduk Indonesia menderita anemia.Dalam survei KRT juga terlihat angka kejadian anemia lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Jika anemia terjadi pada anak perempuan, dampaknya tidak hanya bagi anak tersebut melainkan juga generasi selanjutnya. Ini mengingat anak perempuan tersebut kelak akan mengandung dan melahirkan.Anemia bisa disebabkan kondisi tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah tinggi, seperti saat hamil,menyusui, masa pertumbuhan anak dan balita, serta masa puber. Atau ketika tubuh banyak kehilangan darah seperti saat menstruasi dan pada penderita wasir dan cacing tambang. Mereka yang menjalankan diet miskin zat besi atau pola makan yang kurang baik juga rentan anemia. Sebab lainnya adalah terjadinya gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh.Sebenarnya, anemia dapat dicegah dengan mudah. Namun karena masyarakat terlalu menggampangkan, dan menganggap hal itu hanya lemah, letih, dan lesu saja. Padahal, dampak dari anemia ini sangat fatal bahkan menyebabkan kematian bagi ibu hamilB. RUMUSAN MASALAHAnemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel darah merah. Menurut WHO, anemia didefinisikan sebagai Hb (hemoglobin) kurang 13 g/dl untuk laki-laki dan kurang 12 g/dl untuk wanita. Definisi sangat tergantung pada usia dan jenis kelamin. Definisi yang paling sering dipakai adalah definisi anemia menurut WHO dan CDC (Centers for Disease Control and Prevention).Akbid Bhakti Husada Mulia Madiun

Anemia Pada Ibu HamilAnemia dapat memperburuk kondisi wanita dalam masa kehamilan, persalinan, nifas dan masa selanjutnya. Pengaruhnya bisa menyebabkan abortus (keguguran), kelahiran prematur (lahir sebelum waktu-nya), persalinan yang lama karena rahim tidak berkontraksi, perdarahan pasca melahirkan, syok serta infeksi pada saat persalinan atau setelahnya.Perdarahan antepartum (perdarahan dalam kehamilan) yang disebabkan karena lokasi implantasi plasenta (ari-ari) yang abnormal atau lepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang dapat disertai gangguan pembekuan darah (DIC : Disseminated Intravascular Coagulation) dapat memperberat kondisi anemia saat kehamilan. Dan efeknya akan memberi pengaruh buruk pada bayi, seperti lahir dengan berat lahir rendah sampai kematian perinatal.Selain itu, anemia juga dapat menyebabkan gagal jantung.Gagal jantung baru akan terjadi pada seorang wanita jika Hbnya berada pada ukuran kurang dari 4 gr/dl. Hal ini menyebabkan angka kematian ibu masih sangat besar. Diperkirakan dalam 1 jam, 2 ibu meninggal akibat perdarahan, preeklampsia (penyakit pada wanita hamil dimana terjadi bengkak pada kaki, hipertensi dan adanya protein dalam air seni), infeksi, abortus dan persalinan yang macet.C. TUJUAN1. Ingin mengetahui definisi anemia pada ibu hamil secara jelas.2. Ingin mengetahui penyebab anemia pada ibu hamil.3. Ingin mengetahui gejala anemia pada ibu hamil.4. Ingin mengetahui dampak anemia pada ibu hamil.5. Ingin mengetahui cara pencegahan anemia pada ibu hamil.

BAB IIPEMBAHASAN
A. DEFINISI ANEMIAAnemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua (Suheimi, 2007).Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.
Pembagian anemia dalam kehamilan
1. Anemia defisiensi besiTerjadi sekitar 62,3 % pada kehamilan. Merupakan anemia yang paling sering dijumpaipada kehamilan. Hal ini disebabkan oleh kurang masuknya unsure besi dan makanan, karena gangguan resorpsi, ganguan penggunaan atau karena terlampaui banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan besi bertambah dalam kehamilan terutama pada trimester terakhir. Keperluan zat besi untuk wanita tidak hamil 12 mg, wanita hamil 17 mg dan wanita menyusui 17 mg.
Tanda dan gejala:♦Memiliki rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis,rata, dan mudah patah♦Lidah tampak pucat, licin dan mengkilat, berwarna merah daging, stomatitis angularis, pecah-pecah disertai kemerahan dan nyeri sudut mulutCiri-ciri anemia defisiensi besi

mikrositosis

hipokromasia

anemia ringan tidak selalu menimbulkan ciri khas bahkan banyak yang bersifat normositer dan normokrom

kadar besi serum rendah

daya ikat besi serum meningkat

protoporfirin meningkat

tidak dtemukan hemosiderin dalam sumsum tulang.2. Anemia megaloblastik Terjadi pada sekitar 29 % pada kehamilan. disebabkan oleh defisiensi asam folat, jarang sekali karena defisensi vitamin B12. Hal itu erat hubungannya dengan defisensi makanan.Gejala-gejalanya:

Malnutrisi

Glositis berat(Lidah meradang, nyeri)

Diare

Kehilangan nafsu makanCiri-ciri anemia megaloblastik

megaloblast

promegaloblast dalam darah atau sumsum tulang

anemia makrositer dan hipokrom dijumpai bila anemianya sudah berat. Hal itu disebabkan oleh defisiensi asam folat sering berdampingan ndenagn defisiensi besi dalam kehamilan3. Anemia hipoplastik

Terjadi pada sekitar 8 % kehamilan. Disebabkan oleh sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan belum diketahui dengan pasti. Biasanya anemia hipoplstik karena kehamilan, apabila wanita tsb telah selesai masa nifas akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya biasanya wanita mengalami anemia hipoplastik lagi.Ciri-ciri

pada darah tepi terdapat gambaran normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folat atau vitamin B12.

Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang nyata4. Anemia hemolitikTerjadi pada sekitar 0,7 % kehamilan. Disebabkan oleh pengancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila hamil maka biasanya anemia menjadi berat. Sebaliknya mungkin pula kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnay tidak menderita anemia. Anemia hemolitk dibagi menjadi 2 golongan besar:1. disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler seperti thalassaemia, anemia sel sabit, sferositosis, eliptositosis, dll.2. disebabkan olehfaktor ekstrakorpuskuler seperti defisiensi G-6 Fosfat dehidrogenase, leukemia, limfosarkoma, penyakit hati dll.Gejala proses hemolitik

anemia

hemoglobinemia

hemoglobinuria

hiperbilirubinuria

hiperurobilirubinuria

kadar sterkobilin dalam feses tinggi, dllKlasifikasi anemia yang lain adalah :a. Hb 11 gr% : Tidak anemiab. Hb 9-10 gr% : Anemia ringanc. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedangd. Hb < 7 gr% : Anemia berat.
B. PENYEBAB ANEMIA PADA KEHAMILANPenyebab umum dari anemia:1. Perdarahan hebat2. Akut (mendadak)3. Kecelakaan4. Pembedahan5. Persalinan6. Pecah pembuluh darah7. Kronik (menahun)8. Perdarahan hidung9. Wasir (hemoroid)10. Ulkus peptikum11. Kanker atau polip di saluran pencernaan12. Tumor ginjal atau kandung kemih13. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak14. Berkurangnya pembentukan sel darah merah 15. Kekurangan zat besi16. Kekurangan vitamin B1217. Kekurangan asam folat18. Kekurangan vitamin C19. Penyakit kronik20. Meningkatnya penghancuran sel darah merah21. Pembesaran limpa22. Kerusakan mekanik pada sel darah merah
23. Reaksi autoimun terhadap sel darah merah:Hemoglobinuria nokturnal paroksismalSferositosis herediterElliptositosis herediter24. Kekurangan G6PD25. Penyakit sel sabit26. Penyakit hemoglobin C27. Penyakit hemoglobin S-C28. Penyakit hemoglobin E29. Thalasemia

Selain itu anemia juga disebabkan oleh:1. Kekurangan zat besi2. vitamin B12 atau asam folat3. Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal4. Kehilangan darah akibat pendarahan dalam atau siklus haid perempuan5. Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik)6. Infeksi HIV7. Kekurangan zat besi8. Perdarahan9. Genetik10. Kekurangan vitamin B1211. Kekurangan asam folat12. Pecahnya dinding sel darah merah13. Gangguan sumsum tulangPATOFISIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILANPerubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.ETIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILANEtiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.c. Kurangnya zat besi dalam makanan.d. Kebutuhan zat besi meningkat.e. Gangguan pencernaan dan absorbsi.C. GEJALA KLINISWintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.DERAJAT ANEMIANilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl.Kecukupan gizi yang dianjurkan bagi wanita hamil
Zat Gizi Tidak Hamil HamilEnergi (Kal) 1900 ± 285Protein (g) 44 ± 12Vitamin A (RE) 500 ± 200Vitamin C (mg) 30 ± 10Asam folat (mcg) 150 ± 50Niasin (mg) 8,4 ± 1,3Riboflavin (mg) 1,0 ± 0,2Tiamin (mg) 0,9 ± 0,2Vitamin B12 (mcg) 1,0 ± 0,3Kalsium 600 ± 400Fosfor 450 ± 200Iodium 150 ± 25Besi 25 ± 20Zinc 15 ± 5D. DAMPAK ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI PADA KEHAMILANAnemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infek¬si dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).E. PENCEGAHAN ANEMIAAnemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen Fe dosis rendah 30 mg pada trimester ketiga ibu hamil non anemik (Hb lebih/=11g/dl), sedangkan untuk ibu hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemen Fe sulfat 325 mg 60-65 mg, 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat diberikan asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga diberi vitamin B12 100-200 mcg/hariTIPS PENCEGAHAN DAN PERAWATAN IBU HAMIL DENGAN ANEMIAKondisi anemia adalah suatu kondisi yang mudah dikendalikan dan diperbaiki bila penyebabnya adalah kekurangan nutrisi atau bahan baku pembentukan hemoglobin. Bila kondisi anemia yang terjadi pada ibu adalah akibat perdarahan, penyakit darah atau kelainan tubuh lainnya, maka kondisi anemia membutuhkan perhatian lebih lanjut dan advis dokter.Berikut ini ada beberapa tips hal yang dapat ibu lakukan untuk menghindari, mengurangi dan menghadapi kondisi anemia.1. Tentukan Apakah ibu mengalami Kondisi Anemia atau tidaka. Ibu dapat mengetahuinya dengan cara memperhatikan petunjuk penting dalam dirinya. Bila ibu merasa lebih cepat lelah, letih, lesu, tidak bergairah dan mudah pusing atau pingsan, maka hal ini dapat menjadi tanda kondisi anemia. Untuk memastikannya ibu dapat melakukan pemeriksaan sederhana berikut ini.b. Berdirilah di depan cermin dan tarik kelopak mata bagian bawah. Perhatikan tingkat warna kemerahan kelopak mata tersebut. Bila pucat atau merah muda maka kemungkinan anda mengalami anemia.
c. Bandingkan telapak tangan ibu dengan telapak tangan suami atau orang lain yang dianggap normal. Bila telapak tangan tampak lebih putih atau lebih pucat maka mungkin anda sedang dalam kondisi anemia.d. Julurkan dan perhatikan warna lidah anda. Bila tepi lidah anda menjadi lebih pucat dari warna permukaan dalam pipi maka kondisi anemia mungkin telah terjadi.Untuk memastikan kondisi anemia ini, ibu dapat memeriksakan darah untuk kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah. Bila hemoglobin kurang dari 10gr% maka sebaiknya ibu segera pergi ke dokter untuk memeriksakan diri.2. Perbaikan diet/pola makanPenyebab anemia terbanyak pada ibu hamil adalah diet yang buruk. Perbaikan pola makan dan kebiasaan makan yang sehat dan baik selama kehamilan akan membantu ibu untuk mendapatkan asupan nutrisi yang cukup sehingga dapat mencegah dan mengurani kondisi anemia.3. Konsumsilah bahan kaya protein, zat besi dan Asam folatBahan kaya protein dapat diperoleh dari hewan maupun tanaman. Daging, hati, dan telur adalah sumber protein yang baik bagi tubuh. Hati juga banyak mengandung zat besi, vitamin A dan berbagai mineral lainnya. Kacang-kacangan, gandum/beras yang masih ada kulit arinya, beras merah, dan sereal merupakan bahan tanaman yang kaya protein nabati dan kandungan asam folat atau vitamin B lainnya. Sayuran hijau, bayam, kangkung, jeruk dan berbagai buah-buahan kaya akan mineral baik zat besi maupun zat lain yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah merah dan hemoglobin.4. Batasi penggunaan antasidaAntasida atau obat maag yang berfungsi menetralkan asam lambung ini umumnya mengandung mineral, atau logam lain yang dapat menganggu penyerapan zat besi dalam tubuh. Oleh karena itu batasi penggunaannya dan gunakan sesuai aturan pemakaian.

5. Ikuti saran dokter
Beberapa penyebab kondisi anemia adalah penyakit serius tertentu. Oleh karena itu jangan meremehkan kondisi anemia yang anda hadapi. Konsultasikan lebih lanjut kondisi yang anda hadapi dan ikutilah nasehat dokter anda.Pedoman menuBerikut ini pedoman untuk menyusun menu bagi ibu hamil:1. Makan dua kali lebih dari biasanya, bukan hanya dalam jumlah porsi, namun lebih ditekankan pada mutu zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi. 2. Makanan dapat diberikan 4 - 6 kali waktu makan sesuai dengan kemampuan ibu. Jangan memaksa untuk menghabiskan makanan yang tersaji jika merasa mual, pusing, dan ingin muntah. 3. Batasi konsumsi makanan berlemak tinggi dan yang merangsang seperti cabe, makanan bergas seperti nangka, nanas dan durian, serta yang beralkohol semacam tape. 4. Usahakan mengkonsumsi makanan dalam komposisi seimbang, dengan susunan yang meliputi 2 piring nasi @ 250 g, 90 g daging atau ikan, sebutir telur, 60 g kacang-kacangan, 3 porsi sayur @ 100 g, 2 porsi buah-buahan @ 100 g, segelas susu atau yoghurt, atau seiris keju sebagai ganti serta 1 sdm minyak atau lemak. 5. Berikan minum 1/2 jam sehabis makan. Perbanyak minum air putih, sari buah seperti air jeruk, air tomat, sari wortel, air rebusan kacang hijau sebagai pengganti cairan yang keluar, karena ibu hamil lebih banyak berkeringat dan sering buang air kecil karena kandung kemih yang terdesak oleh pertumbuhan janin. Penting untuk menghindari minuman berkafein seperti kopi, coklat, dan soft drink (minuman ringan) pemicu hipertensi. 6. Hindari konsumsi bahan makanan olahan pabrik yang diberi pengawet dan pewarna yang dimasukkan ke dalam bahan pangan, karena dapat membahayakan kesehatan dan pertumbuhan janin, yang sering dihubungkan dengan cacat bawaaan dan kelainan bayi saat lahir. Waspadai tulisan pada kemasan seperti amaranth, potassium nitrit, sodium nitrit, sodium nitrat, formalin, boraks, sianida, rodhamin B, dsb. 7. Hindari makanan berkalori tinggi dan banyak mengandung gula serta lemak namun rendah kandungan zat gizi, makanan siap saji, makanan kecil, coklat, karena akan mengakibatkan mual dan muntah.

8. Bagi ibu yang hamil muda, konsumsilah makanan dalam bentuk kering, porsi kecil dan frekuensi sering, misalnya biskuit marie dan jenis-jenis biskuit yang lain, karena biasanya mereka tidak berselera makan. 9. Hindari konsumsi makanan laut dan daging yang pengolahannya tidak sempurna karena besar risikonya tercemar kuman dan bakteri yang membahayakan. Untuk menghindarinya, masaklah makanan sampai matang benar, dan cuci makanan untuk menjaga kebersihan, terutama buah dan sayuran sampai bersih sebelum dikonsumsi. 10. Tetap beraktivitas dan bergerak, misalnya dengan jalan santai di pagi hari. Zat-zat gizi pentingZat-zat gizi yang perlu mendapat perhatian dalam konsumsi ibu hamil adalah sebagai berikut:1.Sumber tenaga, digunakan untuk tumbuh kembang janin dan proses perubahan biologis yang terjadi dalam tubuh yang meliputi, pembentukan sel-sel baru, pemberian makanan dari ibu ke bayi melalui plasenta, serta pembentukan enzim dan hormon penunjang pertumbuhan janin. Kekurangan energi dalam asupan makanan yang dikonsumsi menyebabkan tidak tercapainya penambahan berat badan ideal dari ibu hamil yaitu sekitar 11 - 14 kg. Kekurangan itu akan diambil dari persediaan protein yang dipecah menjadi energi.2.Protein, diperlukan sebagai pembentuk jaringan baru janin. Kekurangan asupan protein dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin, keguguran, bayi lahir dengan berat badan kurang, serta tidak optimalnya pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentuk otak. 3.Vitamin, dibutuhkan untuk memperlancar proses biologis yang berlangsung dalam tubuh ibu dan janin. Misalnya, vitamin A diperlukan untuk pertumbuhan, vitamin B
1
dan B
2
sebagai penghasil energi, vitamin B
6
sebagai pengatur pemakaian protein tubuh, vitamin B
12
membantu kelancaran pembentukan sel-sel darah merah. Vitamin C membantu penyerapan zat besi guna mencegah anemia, dan vitamin D untuk membantu penyerapan kalsium. 4.Mineral, antara lain : 1. Kalsium, digunakan untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi serta persendian janin. Jika ibu hamil kekurangan kalsium, maka kebutuhan kalsium akan diambilkan dari cadangan kalsium pada tulang ibu. Ini akan mengakibatkan tulang keropos atau osteoporosis. Untuk itu, si ibu perlu mengkonsumsi susu, telur, keju, kacang-kacangan, atau tablet kalsium yang dapat diperoleh saat periksa ke Puskesmas atau klinik. 2. Zat besi, erat berkaitan dengan anemia atau kekurangan sel darah merah sebagai adaptasi adanya perubahan fisiologis selama kehamilan, yang disebabkan oleh : o Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin. o Kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi sehari-hari. o Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi pada wanita, sehingga tidak mampu menyuplai kebutuhan zat besi dan mengembalikan persediaan darah yang hilang akibat persalinan sebelumnya. Wanita hamil cenderung terkena anemia pada tiga bulan terakhir kehamilannya karena pada masa ini, janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir. Penanganannya, pertama, menggunakan terapi obat dengan memberikan tablet zat besi (ferosulfat) 30 - 60 mg per hari, tergantung pada berat ringannya anemia. Kedua, terapi diet dengan meningkatkan konsumsi bahan makanan tinggi besi seperti susu, daging, dan sayuran hijau.F. PENGOBATAN ANEMIAPengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya.


BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULANKejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi. Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.B. SaranUntuk menyempurnakan makalah yang kami buat,kami sangat mengharapkan saran dari anda1.2.3.

DAFTAR PUSTAKA
- Mother And Baby Sat, 26 May 2007 Sumber: Tabloid Ibu Anak- http://www.skripsi-tesis.com- http://www.womenshealth.gov/faq/anemia.cfm
- Mochtar, R. 1998 . Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC- Saifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP- (Trisno Haryanto, ahli gizi dan dietetik, lulusan Akademi Gizi, Malang)- http://www.google.co.id/


7 dari 10 Wanita Hamil Terkena Anemia




Artikel ini telah dibaca 1925 kali
Keluarga

Ditulis oleh Administrator
Kamis, 01 Januari 1970 06:59
Di Indonesia prevalensi anemia di kalangan pekerja memang masih tinggi. Studi mengenai anemia pada pekerja wanita yang dilakukan di Jakarta, Tangerang, Jambi, dan Kudus - Jawa Tengah membuktikan hal itu. Dilaporkan, anemia menurunkan produktivitas 5 - 10% dan kapasitas kerjanya 6,5 jam per minggu. Anemia yang menyebabkan turunnya daya tahan juga membuat penderita rentan terhadap penyakit, sehingga frekuensi tidak masuk kerja meningkat. Maka benarlah bila disimpulkan, anemia defisiensi zat besi sangat mempengaruhi produktivitas kerja seseorang.
Namun, menurut penelitian lain, produktivitas dapat ditingkatkan sampai 10 - 20% setelah pekerja mendapat suplemen zat besi.
Pembentuk sel darah merah
Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga dipenuhi dengan masukan zat besi, lama-kelamaan timbul gejala anemia disertai penurunan Hb.
Gejala awal anemia zat besi berupa badan lemah, lelah, kurang energi, kurang nafsu makan, daya konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, stamina tubuh menurun, dan pandangan berkunang-kunang - terutama bila bangkit dari duduk. Selain itu, wajah, selaput lendir kelopak mata, bibir, dan kuku penderita tampak pucat. Kalau anemia sangat berat, dapat berakibat penderita sesak napas, bahkan lemah jantung.
Zat besi yang terdapat dalam semua sel tubuh ini berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, di antaranya memproduksi sel darah merah. Sel itu sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Sedangkan oksigen penting dalam proses pembentukan energi agar produktivitas kerja meningkat dan tubuh tidak cepat lelah.
Zat besi juga unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh, agar kita tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb kurang dari 10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula.
Jumlah zat besi di dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tubuh. Pada orang dewasa sehat, jumlah zat besi diperkirakan lebih dari 4.000 mg, dengan sekitar 2.500 mg ada dalam hemoglobin. Di dalam tubuh sebagian zat besi (sekitar 1.000 mg) disimpan di hati berbentuk ferritin. Saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, zat besi dari ferritin dikerahkan untuk memproduksi Hb.
Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap hari hanya 1 mg atau setara dengan 10 - 20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi pada pangan hewani lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 - 30%, sedangkan dari sumber nabati hanya 1 - 6%.
Wanita lebih rentan
Sebenarnya, tubuh punya mekanisme menjaga keseimbangan zat besi dan mencegah berkembangnya kekurangan zat besi. Tubuh mampu mengatur penyerapan zat besi sesuai kebutuhan tubuh dengan meningkatkan penyerapan pada kondisi kekurangan dan menurunkan penyerapan saat kelebihan zat besi.
Begitupun, anemia tetap bisa menyerang, bahkan siapa saja. Di antaranya mereka yang karena aktif, amat sibuk, dan punya keterbatasan waktu, tidak bisa mengikuti pola makan yang memenuhi kebutuhan akan zat besi.
Kemungkinan lain adalah meningkatnya kebutuhan karena kondisi fisiologis, misalnya hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi, adanya penyakit kronis atau infeksi, misalnya infeksi cacing tambang, malaria, tuberkulose atau TB (dulu dikenal sebagai TBC).
Mereka yang berdiet pun terbuka kemungkinan menderita anemia karena diet yang berpantang telur, daging, hati, atau ikan. Padahal jenis pangan itu sumber zat besi yang mudah diserap tubuh. Tak heran bila para vegetarian cenderung mudah menderita anemia. Apalagi disertai kebiasaan tidak sarapan atau frekuensi makan tidak teratur tanpa kualitas makanan seimbang.
Demikian pula pengidap gangguan penyerapan zat besi dalam usus. Ini bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh, atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.
Wanita, terutama, perlu memberi perhatian khusus pada anemia. Dimulai pada saat remaja mengalami haid di masa pubertas. Di fase ini sangat diperlukan zat gizi cukup seperti zat besi, vitamin A, dan kalsium. Sayangnya, akibat menstruasi ia harus kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah yang dikeluarkan pria.
Pada wanita dewasa dengan berat badan 55 kg, zat besi yang keluar lewat saluran pencernaan dan kulit atau kehilangan basal berjumlah 0,5 - 1,0 mg per hari, atau umumnya sekitar 0,8 mg per hari. Sedangkan jumlah zat besi yang hilang karena haid, pada 95% populasi adalah 1,6 mg per hari. Sehingga jumlah zat besi yang hilang akibat haid ditambah kehilangan basal menjadi sekitar 2,4 mg per hari pada 95% populasi.
Tak heran bila wanita cenderung menderita kekurangan zat besi karena hilangnya zat itu di kala haid tiap bulan tanpa diimbangi asupan makanan yang cukup mengandung zat besi. Kehilangan zat besi lewat haid pada wanita biasanya konstan, tetapi bervariasi jumlahnya di antara kaum wanita. Dapat dimengerti bila beberapa wanita perlu zat besi lebih banyak daripada wanita lain.
Penyebab lain adalah kecenderungan wanita berdiet karena ingin mempertahankan bentuk tubuh ideal, tanpa mempertimbangkan jumlah zat gizi penting yang masuk, terutama zat besi.
Selain menstruasi, kondisi rawan lain adalah saat hamil dan menyusui. Anemia adalah masalah kesehatan dengan prevalensi tertinggi pada wanita hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%, atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia.
Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 - 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.
Pada banyak wanita hamil, anemia gizi besi disebabkan oleh konsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat gizi dan kebutuhan yang meningkat. Selain itu, kehamilan berulang dalam waktu singkat. Cadangan zat besi ibu yang belum pulih akhirnya terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya.
Jadi, kebutuhan zat besi untuk tiap wanita berbeda-beda sesuai siklus hidupnya. Wanita dewasa tidak hamil kebutuhannya sekitar 26 mg per hari, sedangkan wanita hamil perlu tambahan zat besi sekitar 20 mg per hari.
Saat menyusui, meski biasanya wanita tidak mengalami haid, ibu tetap kehilangan zat besi dan kalsium melalui ASI. Selain kehilangan basal normal sekitar 0,8 mg, kehilangan zat besi melalui ASI mencapai sekitar 0,3 mg per hari. Maka, ibu menyusui butuh tambahan zat besi 2 mg per hari serta kalsium 400 mg per hari.
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Selain itu, hewan percobaan yang bunting dan kekurangan zat besi melahirkan anak-anak dengan daya tahan rendah terhadap infeksi. Penyebabnya, sel fagosit yang bertugas menangkal bakteri infeksi tak berfungsi maksimal.
Perhatikan pola makan
Penanggulangan anemia - terutama untuk wanita hamil, wanita pekerja, dan wanita yang telah menikah prahamil - sudah dilakukan secara nasional dengan pemberian suplementasi pil zat besi. Malah ibu hamil sangat disarankan minum pil ini selama tiga bulan, yang harus diminum setiap hari. Penelitian menunjukkan, wanita hamil yang tidak minum pil zat besi mengalami penurunan cadangan besi cukup tajam sejak minggu ke-12 usia kehamilan.
Sayangnya, cara ini memberikan efek seperti mual, diare, dan lainnya. Maka, alternatifnya adalah mengkonsumsi makanan yang diperkaya dengan zat besi, misalnya berbentuk susu atau roti.
Suplemen tablet besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita hamil dan anemia berat misalnya. Penderita anemia ringan sebaiknya tidak menggunakan suplemen besi, lebih tepat bila mereka mengupayakan perbaikan menu makanan. Misalnya, dengan meningkatkan konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tempe, tahu, oncom, kedelai, kacang hijau), sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam, daun katuk), dan buah-buahan (jeruk, jambu biji, pisang). Perhatikan pula gizi makanan dalam sarapan dan frekuensi makan yang teratur, terutama bagi yang berdiet.
Biasakan pula menambahkan substansi yang memudahkan penyerapan zat besi seperti vitamin C, air jeruk, daging, ayam, dan ikan. Sebaliknya, substansi penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari.
Berkonsultasilah dengan dokter bila anemia berkaitan dengan kesehatan, misalnya infeksi, penyakit kronis, atau gangguan pencernaan. (*/Sht)

http://www.ask.com/web?q=etiologi+anemia+gizi+besi+pada+ibu+hamil&search=&qsrc=0&o=15584&l=dis.

Gizi untuk Ibu Hamil
Posted by himagizi in Kolom Gizi on 03 20th, 2009 | no responses
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil.
Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik. Namun sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia gizi (Depkes RI, 1996). Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 41 % ibu hamil menderita KEK dan 51% yang menderita anemia mempunyai kecenderungan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan (Depke RI, 1996). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya.
Selain itu juga akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan terhadap infeksi saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar, masalah perilaku dan lain sebagainya (Depkes RI, 1998).
Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.
Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti Zat Besi dan Kalsium.
Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil (Nasution, 1988).
Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000 Kkal. Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini kemudian dibagi denga n angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal.
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.
Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III. Di Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III. Sementara di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan. Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini berlaku bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil.
Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan. Dengan demikian dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12 % dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kg BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg BB/hari (di bawah 15 tahun).
Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian.
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998, seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-rata 20 mg perhari. Sedangkan kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari (umur 20 – 45 tahun).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar