welcome to my blog

Sabtu, 18 Juni 2011

Prosedur Pengambilan Darah Vena


Alat :
• Spuit disposible 10 ml
• Tabung plastik 1 ml untuk pemeriksaan Hb
• Torniquet (alat ikat pembendungan)
• Microtube (tabung mikro) 1 ml untuk menyimpan serum
• Sentrifuge (pemusing untuk memisahkan serum)
• Kotak pendingin untuk membawa darah dan serum
• Aluminium foil (kertas aluminium)

Bahan :
• Antikoagulan EDTA
• Kapas alkohol 70%
• Air bebas ion dan larutan HNO3

Cara Pengambilan Darah :
Pengambilan darah sebelum dan setelah intervensi dilakukan pada jam 9.00 –
12.00.
Bersihkan kulit diatas lokasi tusuk dengan alkohol 70% dan biarkan sampai
kering.
Lokasi penusukan harus bebas dari luka dan bekas luka/sikatrik.
Darah diambil dari vena mediana cubiti pada lipat siku.
Pasang ikatan pembendungan (Torniquet) pada lengan atas dan responden
diminta
untuk mengepal dan membuka telapak tangan berulang kali agar vena jelas
terlihat.
Lokasi penusukan di desinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara berputar
dari dalam keluar.
Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya.
Setelah itu vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45 derajat dengan
jarum menghadap keatas.
Darah dibiarkan mengalir kedalam jarum kemudian jarum diputar menghadap
kebawah. Agar aliran bebas responden diminta untuk membuka kepalan
tangannya, darah kemudian dihisap sebanyak 10 ml.
Torniquet dilepas, kemudian jarum ditarik dengan tetap menekan lubang
penusukan dengan kapas alkohol (agar tidak sakit).
Tempat bekas penusukan ditekan dengan kapas alkohol sampai tidak keluar
darah lagi.
Setelah itu bekas tusukan ditutup dengan plester.

Distribusi Darah :
1. Untuk pemeriksaan hemoglobin
¨ Dari 10 ml darah yang diperoleh, 1 ml dituang kedalam tabung plastik yang
sudah diberi antikoagulan EDTA degan dosis sesuai aturan.
¨ Kemudian dicampur sampai homogen dan diberi identitas. Selama menunggu
dibawa ke laboratorium, sampel diletakkan kedalam rak dan dimasukkan
kedalam kotak pendingin.
¨ Sampel dikirim ke laboratorium dan harus diperiksa sebelum 4 jam setelah
pengambilan.
2. Untuk pemeriksaan lainnya
¨ Sisa darah dimasukkan kedalam tabung pemusing dan dipusingkan dengan
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit sampai serum terpisah dengan baik.
¨ Serum yang diperoleh rata-rata sebanyak 5 ml kemudian dipisahkan kedalam
tabung reaksi yang dibungkus dengan kertas aluminium dan dibagi kedalam
beberapa tabung mikro dengan tutup yang tidak mengandung bahan karet.
¨ Masing-masing pemeriksaan disiapkan 2 tabung (satu diperiksa, lainnya untuk
cadangan).
¨ Semua serum disimpan didalam deepfreezer pada suhu –800 C sebelum
dianalisis.

pengambilan darah

Pengambilan darah Vena

Sampling Darah Vena

Prinsip :

Pembendungan pembuluh darah vena dilakukan agar pembuluh darah tampak jelas dan dengan mudah dapat ditusuk sehingga didapatkan sempel darah.

Alat – alat :

1. Spuit disposable.
2. Kapas alcohol 70 %.
3. Kapas kering.
4. Tabung sempel.
5. Tourniquet.
6. Mikropore.


Cara kerja :

1. Pasang tourniquet pada lengan atas ± 7 – 10 cm diatas bagian yang akan dilakukan tusukkan dan pasien diminta untuk mengepalkan tangannya.
2. Pilih vena yang besar, tidak mudah bergerak dan bersihkan dengan alkohol 70 %, biarkan kering dengan sendirinya.
3. Tusuk kulit dengan jarum pada kemiringan 30O, sampai jarum masuk ke dalam lumen vena.
4. Kendurkan ikatan tourniquet perlahan – lahan, tarik pengisap Spuit sehingga darah masuk kedalam spuit sebanyak yang diperlukan.
5. Letakkan kapas kering diatas jarum, kemudian cabut jarum spuit perlahan lahan dari vena.
6. Tekan kapas kering tersebut beberapa menit dan tutup dengan mikropore.
7. Pisahkan darah kedalam tabung sesuai kebutuhan pemeriksaan dengan cara melepaskan jarum dari spuit dan alirkan darah pada dinding tabung.

Pembahasan :

1. Pembendungan yang terlalu lama akan mempengaruhi hasil pemeriksaan karena akan terjadi hemokonsentrasi.

2. Vena yang dapat ditusuk yaitu: pada orang dewasa adalah vena fossa cubiti, pada bayi vene juguralis superfialis atau sinus sagitalis superior.

3. Penusukkan harus tepat pada vena agar tidak menimbul hematum.

4. Pengisapan darah yang terlalu dalam akan menyebabkan darah membeku dalam spuit, segera pisahkan darah ke dalam tabung sesuai dengan jenis pemeriksaan.

Kesimpulan :

Sampling darah vena secara baik dan benar sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan tidak menimbulkan keluhan pada pasien.

pemeriksaan fisik

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah

b. Suhu

c. Pernafasan

d. Denyut nadi

1. KULIT, RAMBUR, KUKU

· Inspeksi kulit mengenai warna,jaringan perut,lesi dan kondisi vaskularisasi supervisial

Palpasi kulit untuk mengetahui suhu kulit,tekstur(halus,kasar)mobilitas/turgordan adanya lesi

· Inspeksi dan palpasi kuku mengenai warna, bentuk, dan setiap ada ketidaknormalan/lesi

· Inspeksi dan palpasi rambut dan perhatikan jumlah, distribusi dan teksturnya

2. KEPALA

(1) MATA

· Inspeksi : bola mata (gerakan, medan penglihatan), kelopak mata(bentuk kelainan ), konjungtiva, sclera, pupil(normal isokar)

· Palpasi : nyeri tekan, tekanan bola mata

(2) TELINGA

· Inspeksi : ukuran,bentuk, warna, lesi, massa

· Palpasi : adanya nyeri

(3) HIDUNG

· Inspeksi : warna, pembengkekan, kesimetrisan lubang hidung

· Palpasi : nyeri tekan

(4) MULUT

· Inspeksi : bentuk, warna, lesi, massa

(5) LEHER

· Inspeksi : bentuk, warna kulit, pembengkakan, massa

· Palpasi : kelenjar tiroid

3. DADA dan PARU-PARU

· Inspeksi : postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit

· Palpasi : nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, tactil vremitus

· Perkusi : normal resonan (dug,dug), datar/pekak (tumor), hiperresonan (pneumotorak)

· Auskultasi : vaskuler(I>E), bronkovesikuler (I=E) di intercosta 1 dan 2 serta antara scapula, bronkeal(I

4. KARDIOVASKULER

· Inspeksi : pembesaran

· Perkusi : ukuran

· Palpasi : pembesaran, nyeri tekan

· Auskultasi : bunyi jantung pertama akibat penutupan katub mitralis dan trikuspidalis (“lub”), bunyi jantung kedua akibat penutupan katup aorta dan pulmonalis (“dub”)

5. ABDOMEN

· Inspeksi : bentuk, kesimetrisan, gerakan perut

· Auskultasi : paristaltik usus

· Perkusi : gas, cairan, massa, normal timpani

· Palpasi : bentuk, ukuran, konsistensi organ-organ, nyeri tekan

6. ANUS

· Inspeksi : hemoroid, lesi, warna

· Palpasi : pada dinding rectum, rasakan ada tidaknya nodula, massa, rrasa nyeri

7. ALAT KELAMIN

· Inspeksi : penyebaran dan pertumbuhan rambut pubis, bentuk, kelainan, kemerahan, bengkak, ulkus, cairan

· Palpasi : nyeri tekan
PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
Video pemeriksaan fisik diagnostik ini terbagi dalam 9 kelompok sebagai berikut:

1. Pemeriksaan fisik kepala, mata, dan telinga, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Inspeksi kepala
* Pemeriksaan tajam penglihatan dan lapangan pandang
* Inspeksi mata
* Pemeriksaan otot ekstraokuler
* Pemeriksaan oftalmoskopi
* Pemeriksaan telinga
* Pemeriksaan pendengaran
* Ringkasan

2. Pemeriksaan fisik hidung, mulut, dan leher, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Inspeksi hidung
* Inspeksi mulut
* Inspeksi leher
* Ringkasan

3. Pemeriksaan fisik kardiovaskular: pembuluh darah leher dan jantung, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Pemeriksaan pembuluh darah leher
* Pemeriksaan jantung
* Mengingat kembali bunyi jantung
* Auskultasi jantung
* Bunyi jantung S1 dan S2
* Bunyi jantung S3, S4, dan bising jantung (murmur)
* Ringkasan

4. Pemeriksaan fisik kardiovaskular: sistem peredaran darah perifer, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Pemeriksaan pembuluh darah ekstremitas atas
* Pemeriksaan pembuluh darah ekstremitas bawah
* Ringkasan

5. Pemeriksaan fisik rongga dada (thorax) dan paru-paru, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Pemeriksaan dada, respirasi, dan rongga dada bagian belakang
* Perkusi rongga dada bagian belakang
* Mengingat kembali suara pernapasan
* Suara napas tambahan
* Auskultasi rongga dada bagian belakang
* Pemeriksaan rongga dada bagian depan
* Perkusi rongga dada bagian depan
* Auskultasi rongga dada bagian depan
* Ringkasan

6. Pemeriksaan fisik neurologis: sistem motorik dan gerak refleks, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Pemeriksaan sistem motorik ekstremitas atas
* Pemeriksaan sistem motorik ekstremitas bawah
* Pemeriksaan koordinasi
* Tes Romberg
* Pemeriksaan refleks
* Ringkasan

7. Pemeriksaan fisik abdomen, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Inspeksi abdomen
* Auskultasi abdomen
* Perkusi abdomen
* Palpasi abdomen
* Pemeriksaan hati
* Pemeriksaan limpa
* Pemeriksaan ginjal dan aorta
* Ringkasan

8. Pemeriksaan fisik neurologis: sistem saraf pusat dan sistem sensorik, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Observasi umum status neurologis
* Pemeriksaan saraf kranial I dan II
* Pemeriksaan saraf kranial III, IV, dan VI
* Pemeriksaan saraf kranial V dan VII
* Pemeriksaan saraf kranial VIII
* Pemeriksaan saraf kranial IX, X, XI, dan XII
* Pemeriksaan sensoris nyeri, suhu dan sensasi raba
* Pemeriksaan sensoris sensasi vibrasi dan posisi
* Pemeriksaan sensoris sensasi diskriminasi
* Ringkasan

9. Pemeriksaan fisik sistem muskuloskeletal, terdiri dari:

* Pendahuluan
* Pemeriksaan kepala dan leher
* Pemeriksaan tangan dan lengan
* Pemeriksaan siku
* Pemeriksaan bahu dan struktur terkait
* Pemeriksaan kaki dan tumit
* Pemeriksaan tungkai
* Pemeriksaan pinggul
* Pemeriksaan tulang belakang

pemasangan dan perawatan dower kateter

PEMASANGAN DAN PERAWATAN
DOWER CATETER (DC)

Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat menyebabkan hal - hal yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan bila benar - benar diperlukan serta harus dilakukan dengan hati – hati (Brockop dan Marrie, 1999 ).
Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) pemasangan kateter urine dapat dilakukan untuk diagnosis maupun sebagai terapi. Indikasi pemasangan kateter urine untuk diagnosis adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan menghindari kontaminasi.
2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada klien segera setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang keluar.
Untuk pemeriksaan cystografi, kontras dimasukan dalam kandung kemih melalui kateter.
1. Untuk pemeriksaan urodinamik yaitu cystometri dan uretral profil pressure.
Indikasi Pemasangan Kateter urine sebagai Terapi adalah :
1. Dipakai dalam beberapa operasi traktus urinarius bagian bawah seperti secsio alta, repair reflek vesico urethal, prostatatoktomi sebagai drainage kandung kemih.
2. Mengatasi obstruksi infra vesikal seperti pada BPH, adanya bekuan darah dalam buli-buli, striktur pasca bedah dan proses inflamasi pada urethra.
3. Penanganan incontinensia urine dengan intermitten self catheterization.
4. Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala ( KBMB ).
5. Memasukan obat-obat intravesika antara lain sitostatika / antipiretika untuk buli - buli.
6. Sebagai splint setelah operasi rekontruksi urethra untuk tujuan stabilisasi urethra,

Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) Jenis – jenis pemasangan kateter urine terdiri dari :
1. Indewelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter / folley cateter – indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kandung kemih.
2. Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek ( 5-10 menit ) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.
3. Suprapubik catheter kadang - kadang digunakan untuk pemakaian secara permanent. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan kecil diatas suprapubik
Saat ini ukuran kateter yang biasanya dipergunakan adalah ukuran dengan kalibrasi French ( FR ) atau disebut juga Charriere ( CH ). Ukuran tersebut didasarkan atas ukuran diameter lingkaran kateter tersebut misalkan 18 FR atau CH 18 mempunyai diameter 6 mm dengan patokan setiap ukuran 1 FR = CH 1 berdiameter 0,33 mm. Diameter yang diukur adalah diameter pemukaan luar kateter. Besar kecilnya diameter kateter yang digunakan ditentukan oleh tujuan pemasangan kateter urine tersebut untuk klien dewasa,ukuran kateter urine yang biasa digunakan adalah 16-19 FR. Kateter yang mempunyai ukuran yang sama belum tentu mempunyai diameter lumen yang sama karena perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter tersebut.
Bahan kateter dapat berasal dari logam ( Stainlles ), karet ( Latteks), latteks dengan lapiasan silicon ( Siliconized ). Perbedaan bahan kateter menentukan biokompabiliti kateter didalam buli-buli sehingga akan mempengaruhi daya tahan kateter yang terpasang di buli - buli.
Menurut ( Brunner dan Suddart, 1986 ), Prosedur pemasamgan kateter urine melalui beberapa tahap :
a. Persiapan alat
1. Sterill
- Kateter yang akan dipasang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan satu ( 1 ) buah disiapkan dalam bak steril.
- Pinset anatomis 1 buah.
- Sarung tangan 1 pasang.
- Spuit 10-20 cc 1 buah.
- Kain kassa 2 lembar.
- Kapas sublimate dalam tempatnya.
- Air / aquabidest NaCl 0,9 % secukupnya.
- Xylocain jelly 2 % atau sejenisnya
- Slang dan kantong untuk menampung urine.
2. Tidak Steril
- Bengkok 1 buah.
- Alas bokong 1 buah
- Lampu sorot bila perlu
- sampiran tangan 1 pasang
- Selimut mandi / kain penutup
- Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril.

b. Persiapan klien
Terutama untuk tindakan kateterisasi urine klien harus diberi penjelasan secara adekuat tentang prosedur dan tujuan pemasangan kateter urine. Posisi yang biasa dilakukan adalah dorsal recumbent,berbaring di tempat tidur / diatas meja perawatan khususnya bagi wanita kurang memberikan fasa nyaman karena panggul tidak ditopang sehingga untuk melihat meatus urethra menjadi sangat sulit. Posisi sims / lateral dapat dipergunakan sebagai posisi berbaring / miring sama baiknya tergantung posisi mana yang dapat memberikan praaan nyaman bagi klien dan perawat saat melakukan tindakan kateterisasi urine.
c. Persiapan perawat
1. Mencuci tangan meliputi :
o Melepaskan semua benda yang ada di tangan
o Menggunakan sabun
o Lama mencuci tangan 30 menit
o Membilas dengan air bersih
o Mengeringkan dengan handuk / lap kering
o Dilakukan selama dan sesudah melakukan tindakan kateterisasi urine
- Memakai sarung tangan
- Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien.
d. Pelaksanaan
a) Pasang sampiran dan pintu ditutup
b) Perlak dan alasnya dipsang dibawah gluteus
c) Letakan 2 bengkok diantara kedua tungkai klien
d) Cuci tangan
e) Pada klien pria :
Klien berbaring, perawat berada di sebelah klien, meatus uretra dan glandula penis disinfeksi dengan cairan antiseptic, pasang doek bolong dan perawat memakai handscone steril, selang kateter diberi jelly secukupnya pada pemukaan yang akan dimasukan pada uretra, penis ditegakkan lurus keatas dan tanpa ukuran kateter urine dimasukan perlahan kedalam buli-buli, anjurkan klien untuk menarik nafas panjang.
f) Pada klien wanita
Labia mayora dibuka dengan ibu jari dan telunjuk tangan perawat yang dibungkus dengan kapas savlon, bersihkan vulva sekurang - kurangnya tiga kali, perawat memakai sarung tangan dengan menggunakan kassa steril dan bethadin 10% disinfeksi labia mayora dan lipat paha, pasang doek bolong steril, kateter urine dimasukan perlahan - lahan yang sebelumnya telah diberi jelly dan klien dianjurkan menarik nafas dalam.
g) Urine yang keluar ditampung dalam urine bag.
h) Isi balon kateter urine dengan aquabidest / nacl 0,9% = 10 cc sesuai dengan petunjuk yang tertera pada pembungkus kateter urine.
i) Fiksasi kateter urine di daerah pangkal paha
j) Letakan urine bag lebih rendah daripada kandung kemih atau gantung urine bag di bed.
k) Disinfeksi sambungan urine bag dengan kateter urine.
l) Rapihkan klien,bersihkan alat,
m) Perawat cuci tangan
n) Memberikan penjelasan kembali tentang prosedur tindakan pada klien.
e. Perawatan kateter urine selama terpasang kateter
Perawatan kateter urine sangat pentung dilakukan pada klien dengan tujuan untuk mengurangi dampak negatif dari pemasangan kateterisasi urine seperti infeksi dan radang pada saluran kemih, dampak lain yang mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar manusia perawatan yang dilakukan meliputi : menjaga kebersihan kateter dan alat vital kelamin, menjaga kantong penampumg urine dengan tidak meletakan lebih tinggi dari buli-buli dan tidak agar tidak terjadi aliran balik urine ke buli-buli dan tidak sering menimbulkan saluran penampung karena mempermudah masuknya kuman serta mengganti kateter dalam jangka waktu 7-12 hari. Semakin jarang kateter diganti, resiko infeksi makin tinggi, penggantian kateter urine tergantung dari bahan kateter urine tersebut sebagai contoh kateter urine dengan bahan latteks silicon paling lama dipakai 10 hari,sedang bahan silicon dapat dipakai selama 12 hari. Pada tahap pengangkatan kateterisasi urine perlu diperhatikan agar balon kateter urine telah kempis. Selain itu menganjurkan klien menarik nafas untuk mengurangi ketegangan otot sekitar saluran kemih sehingga kateterisasi urine dapat diangkat tanpa menyebabkan trauma berlebihan
Tindakan memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra dinamakan kateterisasi uretra. Indikasi kateterisasi dapat untuk membantu menegakkan diagnosis dan tindakan terapi.

Tindakan kateterisasi untuk tujuan diagnosis, misalnya ;
1. Memperoleh contoh urin pada wanita guna pemeriksaan kultur urin.
2. Mengukur residual urin pada pembesaran prostat
3. Memasukkan bahan kontras pemeriksaan seperti pada sistogram
4. Mengukur tekanan tekanan buli-buli seperti pada sindrom kompartemen abdomen
5. Untuk mengukur produksi urin yang merupakan cerminan keadaan perfusi ginjal pada penderita shock
6. Mengetahui perbaikan atau perburukan pada trauma ginjal dari urin yang bertambah merah atau jernih yang keluar dari kateter
Tindakan kateterisasi untuk tujuan terapi, antara lain :
1. Mengeluarkan urin pada retensio urinae
2. Membilas / irigasi buli-buli setelah operasi batu buli-buli, tumor buli atau prostat
3. Sebagai splint setelah operasi uretra seperti pada hipospadia
4. Untuk memasukkan obat ke buli-buli, misalnya pada carcinoma buli-buli
Macam kateter uretra
Kateter uretra bisa terbuat dari logam, karet atau silikon. Bermacam bentuk kateter dibuat, dan umumnya dinamai sesuai dengan pembuatnya, seperti kateter Nelaton, Tiemann, de Pezzer, Malecot dan Foley. Saat ini yang paling populer dan mudah didapat adalah kateter Foley. Selain mudah ditemui, keunggulan kateter Foley adalah merupakan kateter menetap (indwelling catheter=self retaining), tidak iritatif, tersedia dalam berbagai ukuran dan ada yang cabang tiga (three way catheter). Kateter Foley dapat dipasang menetap karena terdapat balon yang dapat dikembangkan sesudah kateter berada dalam buli-buli melalui pangkal kateter.
Ukuran kateter uretra
Ukuran pada kateter uretra menunjuk pada diameter luar, bukan lumennya. Pada bungkus kateter dan pangkal kateter selalu tercetak ukuran diameter kateter dan jumlah cairan yang diizinkan untuk dimasukkan dalam balon kateter. Ukuran diameter luar kateter ditulis dalam satuan Ch = Cheriere atau F/Fr = French (bukan Foley), dimana 1 Ch / 1 F sama dengan 0.33 milimeter; atau dengan kata lain 1 milimeter sama dengan 3 Ch atau 3 F. Pada orang dewasa Indonesia biasanya dipasang kateter no 16 atau 18.
Persiapan pemasangan kateter uretra
Karena pemasangan kateter merupakan tindakan invasif, menimbulkan nyeri dan dapat menimbulkan komplikasi permanen, pemasangannya harus melalui persetujuan tertulis (informed consent). Kateterisasi juga dapat menimbulkan infeksi pada uretra dan buli-buli, karenanya harus dilakukan secara aseptik.
Peralatan yang harus disiapkan adalah :
1. Kateter steril / baru yang masih dalam bungkus 2 lapis
2. Sarung tangan steril
3. Kasa
4. Zat antiseptik, misalnya povidone iodine
5. Doek lubang
6. Pelicin misalnya KY jelly
7. Pinset steril
8. Klem
9. NaCl atau aqua steril
10. Spuit
11. Urine bag
Prosedur pemasangan kateter uretra
Pemasangan kateter pada wanita lebih mudah karena uretranya pendek, karenanya prosedur pemasangan dibawah ini merupakan kateterisasi pada laki-laki dewasa.
1. Cuci tangan dengan antiseptik
2. Memakai sarung tangan steril
3. Disinfeksi sekitar meatus eksternus, kemudian seluruh penis, pubis, skrotum dan perineum
4. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang
5. Masukkan pelicin / lubrikans kedalam spuit tanpa jarum dan semprotkan pelicin kedalam uretra
6. Tutup meatus agar pelicin tidak keluar
7. Minta asisten untuk membuka bungkus luar, pegang plastik pembungkus kateter dan robek plastik pembungkus
8. Ujung kateter dipegang dengan pinset, sedang pangkal bisa dibiarkan dalam plastik pembungkus atau dikeluarkan untuk dipegang dengan jari ke IV dan V
9. Masukkan ujung kateter pelan-pelan
10. Bila ujung kateter sampai pada tempat sempit, yaitu pada sphincter, pars membranacea uretra atau adanya penyempitan oleh BPH, laju ujung kateter akan tertahan
11. Minta penderita bernapas dalam dan relaks; tekan beberapa menit sampai terjadi relaksasi, biasanya kateter dapat melewati tempat sempit dan masuk ke dalam buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urin
12. Masukkan terus kateter sampai pangkal kateter
13. Masukkan NaCl atau aqua steril untuk mengembangkan balon, jumlah cc-nya sesuai dengan yang tertulis pada pangkal kateter dan tarik kateter agar balon menutup orificium
14. Klem kateter, hubungkan dengan urine bag secara asepsis, buka klem dan biarkan urin mengalir
15. Lakukan fiksasi kateter pada paha atau inguinal.
Bila kateter tertahan pada sphincter atau terdapat penyempitan uretra karena BPH, ada beberapa teknik untuk mengatasinya, antara lain :
1. Minta penderita untuk relaks, bernapas panjang
2. Diberi anestesi topikal untuk mengurangi nyeri dan membantu relaksasi
3. Menyemprotkan pelicin melalui pangkal kateter untuk membantu membuka tempat penyempitan
4. Masase prostat melalui colok dubur (oleh asisten)
5. Ganti dengan kateter yang lebih kecil atau kateter Tiemann yang ujungnya runcing
6. Bila buli-buli penuh, kosongkan dulu dengan sistostomi; karena buli-buli penuh dapat mendesak prostat dan uretra. Setelah buli-buli kosong, coba kembali dilakukan kateterisasi
Perawatan kateter menetap
Kateter merupakan benda asing pada uretra dan buli-buli, bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan komplikasi serius. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk merawat kateter menetap :
1. Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa mengendap dalam kateter
2. Mengosongkan urine bag secara teratur
3. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urin tidak mengalir kembali ke buli-buli
4. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan antiseptik secara berkala
5. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali
Komplikasi pemasangan kateter
Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
1. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin balon akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter sampai ke pangkalnya
2. Infeksi uretra dan buli-buli
3. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru
4. Merupakan inti pembentukan batu buli-buli
5. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut yang berkibat perdarahan dan melukai uretra
6. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon tersumbat

PEMASANGAN KATETER VENA SENTERAL
A. Pengertian
Kateter adalah tindakan memasukan selang karet atau plastic melalui uritera dan masuk dalam kandung kemih.
Tehnik operasi
1. Terlentangkan penderita, dengan sedikit-dikitnya kepala turun 15° untuk menggembungkan pembuluh leher dan untuk mencegah emboli udara. Bila telah dipastikan tidak ada cedera servikal, maka kepala penderita dapat diputar menjauhi tempat punksi vena.
2. Bersihkan kulit sekeliling tempat punksi vena dan pasang kain steril keliling daerah ini. Dalam melakukan prosedur ini harus menggunakan sarung tanganyang steril.
3. Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal ditempat punksi vena.
4. Gunakan jarum kaliber besar yang disambung kepada suatu semprit 10 ml, masukkan 0,5 sampai 1 ml air garam (saline), ke dalam pusat segitiga yang dibentuk oleh kedua caput otot sternokleidomastoideus dan tulang clavicula (akses melalui vena jugularis interna).
5. Setelah kulit dipunksi, arahkan sudut jarum keatas, untuk mencegah jaringan kulit (plug) menyumbat jarum.
6. Arahkan jarum keujung bawah (ekor), paralel dengan permukaan sagital, dengan sudut 30° posterior dengan permukaan depan.
7. Majukan jarum dengan lambat sambil mencabut tutup semprit dengan perlahan.
8. Kalau tampak aliran darah bebas didalam semprit yang berwarna agak gelap, cabut semprit dan tutup jarumnya untuk mencegah emboli udara. Kalau pembuluh belum dimasuki, cabut jarum dan arahkan jarumnya kembali dengan 5°-10° ke lateral.
Catatan: apabila akses yang dipakai vena femoralis, vena cubiti atau vena subclavia, maka jarum punksi dimasukkan ke vena cubiti atau vena femoralis atau vena subclavia. Khusus untuk vena subclavia arah jarum punksidari lateral masuk di daerah sulkus deltoideo-pektoralis di bawah 1/3 tengah tulang klavikula ke arah ingulum
9. Masukkan kawat pemandu sambil memantau electrocardiogram untuk ketidaknormalan irama atau bisa dipakai c-arm x-ray.
10. Cabut jarum sambil menahan kawat pemandu dan majukan kateter melalui kawat pemandu sampai ke vena cava superior dekat atrium kanan. Sambungkanlah kateter dengan pipa/ selang infus.
11. Tambatkanlah kateter ke kulit (misalnya dengan jahitan), berikan salep antiseptik dan tutup dengan kasa steril.
12. Kateter bisa disambung dengan selang monitor tekanan vena sentral atau botol infus.
13. Dapatkan film dada untuk mengetahui posisi kateter intravena dan komplikasi pneumothorax atau hematothorax yang mungkin terjadi.
Komplikasi Operasi
a. Pneumo- atau hematothorax
b. Trombosis vena
c. Cedera arteri atau syaraf
d. Fistula arteriovena
e. Chylothorax
f. Infeksi
g. Emboli udara
Morbiditas (Morbiditas 0 – 15%) Cedera pada beberapa bangunan pada pintu masuk thorax telah pernah dilaporkan: pneumotharax, hemothorax, tertusuknya arteri dan kerusakan ductus thoracicus serta nervus phrenicus. Angka komplikasi yang pernah dilaporkan setelah kateterisasi pada vena-vena profunda berkisar 0-15% dan boleh jadi tergantung pada pengalaman operator.

B. Perawatan Pascabedah
Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), dirawat diruangan Intensive Care Unit, dilakukan observasi dan monitoring ketat selain untuk kepentingan pemberian cairan, mengevaluasi hasil pemberian cairan juga kemungkinan terjadinya komplikasi seperti: Pneumo- atau hematothorax, Trombosis vena, Cedera arteri atau syaraf, Fistula arteriovena, Chylothorax, Infeksi, Emboli udara
Follow up
Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), di lakukan monitoring ketat di Intensive Care Unit, diobservasi tanda-tanda vital, seperti sistem pernafasan, sistem sirkulasi, keseimbangan cairan, analisis gas darah bila diperlukan. Diamati juga perbaikan kondisi pasien dengan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.
Pengecekan dan pengujian–Sebelum menyuntikkan cairan, darah supaya disedot untuk meyakinkan bahwa kateter berada dalam ruangan vaskuler. Bila kateter dihubungkan dengan botol berisi cairan yang ditempatkan lebih rendah dibawah pasien maka seharusnya darah mengalir dengan mudah karena pengaruh gaya berat. Pada waktu kateter dihubungkan dengan kolom cairan guna pengukuran tekanan vena sentral maka kolom cairan seharusnya menunjukkan gerakan-gerakan yang lebih kencang sesuai dengan denyut jantung. X-foto thorax supaya dibuat untuk meyakinkan bahwa posisi ujungnya berada diatas atrium kanan, sebaiknya tidak lebihdari 2cm dibawah garis yang menghubungkan kedua tepi bawah clavicula.
Pengawasan untuk mendeteksi infeksi-infeksi karena kateter merupakan hal penting. Bila terjadi infeksi maka kateter supaya segera dilepas.
Mempertahankan aliran melalui kateter adalah tindakan penting untuk mencegah aliran balik darah dan bekuan (Clotting). Setelah melakukan pengukuran tekanan vena secara intermitten maka kesalahanyang paling lazim dilakukan orang adalah lupa untuk mengalirkan infus kembali sehingga berakibat terjadinya bekuan yang menyumbat kateter. Akibatnya kateter itu harus dilepas.


Tindakan perawatan kateter
Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta mempertahankan kepatenan posisi kateter
Tujuan:
1. Menjaga kebersihan saluran kencing
2. Mempertahankan kepatenan (fiksasi) kateter
3. Mencegah terjadinya infeksi
4. Mengendalikan infeksi
Persiapan alat dan bahan:
Meja/trolly yang berisi:
1. Sarung tangan steril
2. Pengalas
3. Bengkok
4. Lidi waten steril
5. Kapas steril
6. Kasa steril
7. Antiseptic (Bethadin)
8. Aquadest / air hangat
9. Korentang
10. Plester
11. Gunting
12. Bensin
13. Pinset
14. Kantung sampah
Pelaksanaan:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Beritahu pasien maksud dan tujuan tindakan
3. Dekatkan alat dan bahan yang sudah disiapkan
4. Pasang tirai, gorden yang ada
5. Cuci tangan
6. Oles bensin pada plester dan buka dengan pinset
7. Buka balutan pada kateter
8. Pakai sarung tangan steril
9. Perhatikan kebersihan dan tanda-tanda infeksi dari ujung penis serta kateter
10. Oles ujung uretra dan kateter memakai kapas steril yang telah dibasahi dengan aquadest / air hangat dengan arah menjauhi uretra
11. Oles ujung uretra dan kateter memakai lidi waten + bethadin dengan arah menjauhi uretra
12. Balut ujung penis dan kateter dengan kasa steril kemudian plester
13. Posisikan kateter ke arah perut dan plester
14. Rapikan klien dan berikan posisi yang nyaman bagi pasien
15. Kembalikan alat ke tempatnya
16. Cuci tangan
17. Dokumentasikan tindakan
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G. Brenda. Brunner and Suddarth’s Text Book of Medical Surgical Nursing. 8th vol 2 alih bahasa Kuncoro, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC; 2001
Perry, Anne, Griffin, Potter A. Patricia

pemasangan infus intravena

Prosedur Pemasangan Infus


Definisi :

Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set.



Kegunaan :

Tindakan infus diberikan pada pasien dengan :

* Dehidrasi.
* Sebelum transfusi darah.
* Pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta pasien yang sistem pencernaannya terganggu.



Perisapan :

* Cuci tangan di air mengalir
* Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan
* IV Catheter (Abocath) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
* Infus set / blood set
* Cairan infus sesuai kebutuhan
* Standar infus
* Tali pembendung (Torniquet )
* Kapas alkohol 70% dalam tempatnya
* Betadine dalam tempatnya
* Kassa steril
* Sarung tangan steril
* Plester
* Bengkok (nierbekken)
* Gunting verband
* Pengalas
* Spalk bila perlu (untuk anak-anak)
* Membawa alat-alat ke dekat pasien


Pelaksanaan :

* Identifikasi pasien
* Mempersiapkan psikologis pasien
* Menjelaskan dengan prosedur yang sederhana dan persetujuan tindakan
* Menjelaskan tujuan tindakan
* Mengatur cahaya agar penerangan baik
* Pasang infus set ke cairan dengan cara :



1. Buka infus set. Geser bagian klem hingga 10 cm dari bagian ruang tetesan dan tutup/klem dengan cara digeser ke bawah.
2. Hubungkan infus set dengan botol cairan infus kemudian gantungkan.
3. Isi cairan pada infus set dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruang tetesan terisi sebagian, kemudian buka klem dan alirkan cairan hingga slang terisi dan udaranya keluar.


Pilih vena yang akan dilakukan penusukan.

* Letakkan pengalas
* Siapkan plester
* Lakukan pembendungan dg tourniquet di atas vena yang akan ditusuk
* Pakai sarung tangan steril


Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol.



Tusukan IV kateter (abocath) ke dalam vena secara perlahan dengan lubang jarum menghadap ke atas.



Bila berhasil darah akan keluar dan terlihat melalui indukator. Masukan seluruh cateter dan tarik bagian jarumnya, kemudian sambungkan pada selang infus.



* Buka tourniquet, buka klem selang infus untuk melihat kelancaran tetesan, bila lancar amankan IV cateter dengan cara di plester.
* Letakan kassa steril yang sudah dioleskan dengan betadine, lalu tempelkan pada vena yang ditusuk kemudian rekatkan dengan plester.
* Pasang plester berikutnya untuk mengamankan slang infus.
* Pasang spalk bila perlu
* Atur tetesan infus sesuai kebutuhan
* Rapikan klien dan bereskan alat-alat
* Cuci tangan
* Dokumentasikan
Teknik Pemasangan Infus

Pemberian Cairan Intravena

Tujuan Utama Terapi Intravena:



1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

2. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi

3. Transfusi darah dan produk darah

4. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi



Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena

Keuntungan:

* Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat.

* Absorsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan

* Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi

* Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari

* Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis



Kerugian:

* Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi

* Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed Shock”

* Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:

§ Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu

§ Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia

§ Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan



Peran Perawat Dalam Terapi Intravena

* Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus maupun kemasannya

* Memastikan cairan infus diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)

* Memeriksa apakah jalur intravena tetap paten

* Observasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas

* Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi

* Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan









Persiapan Infus dan Insersi Kateter pada Vena Perifer

Persiapan Pasien

* Periksa rekam medis untuk mengetahui riwayat penyakit, alergi dan rencana perawatan

* Periksa ulang perintah dokter mengenai cairan yang harus diberikan dan kecepatan tetesan.

* Edukasi ( pendidikan) pasien mengenai:

§ Arti dan tujuan terapi intravena (I.V)

§ Lama terapi intravena

§ Rasa sakit sewaktu insersi (penusukan)

§ Anjuran:

- Laporkan ketidaknyamanan setelah insersi (penusukan)

- Laporkan jika kecepatan tetesan berkurang atau bertambah

*
o Larangan:

- Mengubah/ mengatur kecepatan tetesan yang sudah diatur dokter/perawat

- Menarik, melepaskan, menekan, menindih infus set

- Sesuai intuksi dokter, misalnya larangan berjalan





Persiapan Peralatan

* Alat

* Alat untuk kateter I.V. / Venocath
* Prinsip: Pilih alat dengan panjang terpendek, diameter terkecil yang memungkinkan administrasi cairan dengan benar

Lihat: Pedoman ukuran jarum kateter dibawah ini:

* Ukuran 16

Guna: – Dewasa

- Bedah Mayor, Trauma

- Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan

Pertimbangan Perawat: – Sakit pada insersi

- Butuh vena besar

* Ukuran 18

Guna: - Anak dan dewasa

- Untuk darah, komponen darah, dan infus kental lainnya

Pertimbangan Perawat: – Sakit pada insersi

- Butuh vena besar



* Ukuran 20
* Guna: – Anak dan dewasa

- Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah, komponen darah, dan infus kental lainnya

Pertimbangan Perawat: umum dipakai

* Ukuran 22

Guna: – Bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut)

- Cocok untuk sebagian besar cairan infus

Pertimbangan Perawat:

- Lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil, tipis dan rapuh

- Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat

- Sulit insersi melalui kulit yang keras



* Ukuran 24, 26

Guna: – Nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut)

- Sesuai untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat

Pertimbangan Perawat:

- Untuk vena yang sangat kecil

- Sulit insersi melalui kulit keras



* Paket I.V line yang berisi: torniquet, kasa alkohol, povidone-iodine (alkohol 70 %), pisau cukur, kasa steril, plester, perban

* Label

* Papan untuk lengan

* Alas/perlak

* Alat untuk menggantung cairan infus

* Sarung tangan untuk mencegah kontaminasi dari darah dan cairan tubuh pasien



2. Cairan

* Pastikan kemasan dan tipe cairan sesuai instruksi dokter

* Periksa kejernihan, kadaluarsa, kebocoran

… cairan bervariasi dalam warna, tetapi tidak pernah tampak berawan, keruh atau separated

… JIKA RAGU JANGAN DIPAKAI…..!



* Dicantumkan informasi: nama perawat, nama pasien, nomor identifikasi pasien, nomor kamar, tanggal dan jam pemasangan infus, tambahan obat, no urut kemasan



3. Infus Set

- Sesuai untuk pasien dan kemasan cairan yang akan dipakai

- Tidak ada retak, lubang atau bagian yang hilang



1. Infusion pump atau infusion controller, jika diperlukan



Pemilihan Tempat Insersi

Petunjuk Umum:

* Vena yang terlihat jelas bukan berarti vena yang terbaik

* Pastikan tempat insersi dirotasi. Frekuensi rotasi tergantung bahan kateter:

- Kateter Teflon atau Vialon perlu diganti setiap 48-72 jam

- Kateter Aguavene dapat dipertahankan lebih lama

- Kateter yang terpasang lebih dari 72 jam perlu diberi alasan yang didokumentasikan dalam catatan perawatan pasien

* Tempat insersi perlu diganti jika terjadi kemerahan, edema, nyeri tekan, atau filtrasi

* Pedoman pemilihan vena”

- Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu

- Gunakan lengan pasien yang tidak dominan

- Pilih vena-vena diatas area fleksi

- Pilih vena yang cukup besar untuk aliran darah adekuat ke dalam kateter



- Palpasi vena untuk tentukan kondisnya. Selalu pilih vena yang lunak, penuh dan yang tidak tersumbat

- Pastikan lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari

- Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan

- Vena-vena superficial yang sering digunakan untuk infus IV pada bayi, anak dan dewasa

A. Bagian atas tangan

- Metacarpal Veins

- Dorsal Venous Arch

- Cephalic Vein

- Basilic Vein

B. Bagian bawah tangan

- Median antebrachial vein

- Accessory Cephalic Vein

- Median cuboital vein

- Cephalic Vein



1. Membersihkan Tempat Insersi

* Cuci tangan, lalu pakai sarung tangan
* Jika perlu, jepit rambut diatas insersi agar vena lebih jelas dan untuk mengurangi rasa sakit sewaktu plester dilepas
* Jangan mencukur, karena mencukur dapat menggores kulit, menimbulkan iritasi jika terkena povidone-iodine/ alkohol dan menimbulkan resiko infeksi.
* Bersihkan dengan larutan povidone iodine (atau alkohol 70 % jika alergi terhadap iodine)

B Menstabilkan Vena

* Bila pasien kedinginan/ badan dingin/ pre-syok gunakan penghangat
* Untuk memperbesar vena dapat digunakan posisi yang ditusuk lebih rendah daripada jantung. (Jika perlu gunakan manset tensimeter)
* Pukul-pukul vena dengan lembut
* Pasien diminta untuk membuka dan menutup kepalan tangan

C Berikan anastesi lokal bila perlu

* Siapkan alat-alat,lalu dekatkan ke pasien

* Cuci tangan lalu gunakan sarung tangan

* Pilih vena yang paling baik

* Jika perlu, jepit rambut yang ada, agar vena terlihat jelas dan mengurangi sakit jika plester dilepaskan

* Bersihkan area insersi dengan gerakan melingkar dari pusat keluar dengan larutan antiseptik dan biarkan mengering

* Pasang torniquet 4-6 inci diatas tempat insersi

* Fiksasi vena; letakkan ibu jari anda diatas vena untuk mencegah pergerakan dan untuk meregangkan kulit melawan arah penusukan.

* Tusuk vena; pegang tebung bening kateter, bukan pusatnya:

- Metode langsung: tempatkan bevel jarum mengarah ke atas dengan sudut 30-40 0 dari kulit pasien. Tusukan searah dengan aliran vena: rasakan ‘letupam’ dan lihat adanya aliran darah.



Tehnik Pemasangan Infus

metode tidak langsung: tusuk kulit disamping vena, kemudia arahkan kateter untuk menembus sisi samping vena sampai terlihat aliran balik darah.

* Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit

* Dorong kateter ke dlam vena kira-kira ¼ – ½ inci sebelum melepaskan stylet (jarum penuntun), dan dorong kateter

* Lepas torniquet dan tarik stylet

* Pasang ujung selang infus atau tutup injeksi intermitten

* Fiksasi kateter dan selang IV (lihat macam-macam fiksasi)

* Atur kecepatan tetesan infus sesuai instruksi dokter

* Pasang balutan steril

* Label dressing meliputi tanggal, jam, ukuran kateter dan inisial/nama pemasang

* Lepas sarungtangan dan cuci tangan

* Rapikan alat-alat

















Tehnik Fiksasi

* Metode Chevron

- Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan dibawah hub kateter dengan bagian yang berperekat menghadap ke atas.

- Silangkan kedua ujung plester melalui hub kateter dan rekatkan pada kulit pasien

- Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan selang infus untuk memperkuat, kemudian berikan label



* Metode U

- Potong plester ukuran 1,25 cm dan letakkan bagian yang berperekat dibawah hub kateter

- Lipat setiap sisis plester melalui sayap kateter, tekan kebawah sehingga paralel dengan hub kateter

- Rekatkan plester lain diatas kateter untuk memperkuat. Pastikan kateter terekat sempurna dan berikan label

* Metode H

- Potong plester ukuran 2,5 cm tiga buah. Rekatkan plester pada sayap kateter

Dokumentasi Terapi Intravena

Inisiasi:

1. Ukuran dan tipe peralatan
2. Nama petugas yang melakukan insersi
3. Tanggal dan jam insersi
4. Tempat insersi IV
5. Jenis cairan
6. Ada tidaknya penambahan obat
7. Kecepatan tetesan
8. Adanya pemakaian alat infus elektronik
9. Komplikasi, respon pasien, intervensi perawat
10. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan terhadapnya



Maintenance

1. Kondisi tempat insersi
2. Pemeliharaan tempat insersi
3. Pergantian balutan
4. Pemindahan tempat insersi
5. Pergantian cairan dalam infus set
6. Pasien mengerti tindakan yang dilakukan terhadapnya.



Penghentian

1. Jam dan tanggal
2. Alasan dihentikan terapi IV
3. Penilaian tempat insersi sebelum dan sesudah alat dilepaskan
4. Reaksi dan komplikasi yang terjadi pada pasien, serta intervensi perawat
5. Kelengkapan alat akses vena sesudah dipasang
6. Tindaklanjut yang akan dilakukan (mis: memakai perban untuk tempat insersi, atau melakukan inisiasi di tungkai yang baru)





* Tipe vena yang harus dihindari:



1. Vena yang telah digunakan sebelumnya
2. Vena yang telah mengalami infiltrasi atau phlebitis
3. Vena yang keras dan sklerotik
4. Vena-vena dari ekstremitas yang lemah secara pembedahan
5. Area-area fleksi, termasuk antekubiti
6. Vena-vena kaki karena sirkulasi lambat dan komplikasi lebih sering terjadi
7. Cabang-cabang vena lengan utama yang kecil dan berdinding tipis
8. Ekstremitas yang lumpuh setelah serangan stroke
9. Vena yang memar, merah dan bengkak
10. Vena-vena yang dekat dengan area yang terinfeksi
11. Vena-vena yang digunakan untuk pengambilan sampel darah laboratorium



Cara Penusukan Cairan dengan Infus Set

* kemasan infus set

* Putar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup

* Pertahankan sterilitas penusuk botol

* Buka penutup botol dengan tehnik aseptik atau antiseptik

* Perhatikan arah menarik penutup

* Tusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus dengan menerapkan tehnik aseptik. Jangan diputar

* Bila menggunakan botol gelas, pasang jarum udara

* Tekan chamber sampai cairan terisi setengah

* Naikkan ujung infus set sejajar chamber

* Putar klem pengatur tetesan perlahan supaya udara mudah keluar

* Jarak botol dengan IV catheter minimal setinggi 80 cm
Kajian Nasogastric Tubes (NGT)

Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).



Tindakan pemasangan Selang Nasogastrik
adalah proses medis yaitu memasukkan sebuah selang plastik ( selang nasogastrik, NG tube) melalui hidung, melewatu tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung.(http://en.wikipedia.org/wiki/Nasogastric_intubation )

Nasogastrik:
Menunjuk kepada jalan dari hidung sampai ke lambung. Selang Nasogastrik adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung ( melewati nasopharynx dan esophagus ) menuju ke lambung. Singkatan untuk Nasogastrik adalah NG. Selangnya disebut selang Nasogastrik.

"Nasogastric"
terdiri dari dua kata, dari bahasa Latin dan dari bahasa Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan berasal dari Latin “nasus”untuk hidung atau moncong hidung. Gastik berasal dari bahasa Yunani “gaster” yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang berhubungan dengan perut. Istilah “nasogastric” bukanlah istilah kuno melainkan sudah disebut pada tahun 1942.( http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=9348)

Definisi NGT :
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara disedot.
(http://dying.about.com/od/glossary/g/NG_tube.htm )

Tujuan dan Manfaat Tindakan

Naso Gastric Tube digunakan untuk:
1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung(cairan,udara,darah,racun)
2. Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambung
4. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia
5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general anaesthesia)

KOMPLIKASI YANG DISEBABKAN OLEH NGT

1. Komplikasi mekanis
- Sondenya tersumbat.
- Dislokasi dari sonde, misalnya karena ketidaksempurnaan melekatkatnya sonde dengan plester di sayap hidung.

2. Komplikasi pulmonal: misalnya aspirasi.
Dikarenakan pemberian NGT feeding yang terlalu cepat
3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
- Yang menyerupai jerat
- Yang menyerupai simpul
- Apabila sonde terus meluncur ke duodenum atau jejunum.
Hal ini dapat langsung menyebabkan diare.
4. Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi

PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien yang akan dilakukan pemasangan NGT meliputi:

1. Biodata klien: Nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan,tingkat pendidikan, Diagnosa medis,Tanggal admission.
2. Riwayat kesehatan: Riwayat Masa lalu klien, Riwayat kesehatan keluarga dan Riwayat kesehatan klien saat ini.
3. Kondisi kesehatan saat ini
Pemeriksaan fisik:
*Kesadaran umum: Allert/letargic, (regular/irregular),Pulse rate,Blood pressure.
*Tanda-tanda Vital: Respiration(regular/irregular),Respiration rate,Pulse rate,Blood pressure.
*Head to too; Apakah terdapat trauma di bagian kepala; nasophageal trauma,skull fracture,maxilo fracture,cervical fracture,disphagia,atresia oesophagus,naso-oro-pharyngeal burn.apakah terdapat paresthesia, hemipharesis,Apakah terdapat alat bantu pernafasan;pemasangan mask oksigen,nasal canula,endotracheal tube,guedel/mayo,ventilator,distensi abnominal, muntah(cairan,darah;warna,konsistensi)

Data Penunjang:
• Oxygen saturation
• Chest X-Ray

NGT on Chest-X Ray dan Upper Abdominal X Ray
sesudah insertion untuk memastikan posisi NGT di lambung

• Laboratorium: sample darah lengkap,urine,stool

PENGKAJIAN SECARA UMUM

Pengkajian harus berfokus pada:
Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang
Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada
Riwayat masalah sinus atau nasal
Distensi abdomen, nyeri atau mual


Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan pemasangan NGT adalah sebagai berikut :

Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
Gangguan Rasa Nyaman : mual muntah
Kurang pengetahuan

C. PERENCANAAN SECARA UMUM
Perencanaan untuk pemasangan NGT sesuai dengan tujuan dan manfaat tindakan dan indikasi kontraindikasi

Perencanaan keperawatan untuk menghindari beberapa komplikasi

1. Komplikasi mekanis

a) Agar sonde tidak tersumbat
perawat atau pasien harus teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkan air atau teh sedikitnya tiap 24 jam
bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti, sonde harus dibersihkan setiap 30 menit dengan menyemprotkan air atau teh.

b) Agar sonde tidak mengalami dislokasi

sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik tanpa menimbulkan rasa sakit
posisi kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat tidur (+ 30°)

2. Komplikasi pulmonal: aspirasi

a) Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi
b) Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna.

Untuk mengontrol letak sonde tepat di lambung, kita menggunakan stetoskop guna auskultasi lambung sambil menyemprot udara melalui sonde.

3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde

a) sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada setiap pasien) panjangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang hidung sampai keujung distal sternum.
b) sonde harus diberi tanda setinggi permukaan lubang hidung
c) sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik tanpa menimbulkan rasasakit
d) perawat dan pasien harus setiap kali mengontrol letaknya tanda di sonde, apakah masih tetap tidak berubah (tergeser).

4. Komplikasi yang disebabkan oleh yang zat nutrisi antara lain

4.1. Komplikasi yang terjadi di usus
a) Diare
b) Perut terasa penuh
c) Rasa mual, terutama pada masa permulaan pemberian nutrisi enteral

4.2. Komplikasi metabolik hiperglikemia

Perencanaan keperawatanya dari komplikasi yang terjadi di usus
Pemberian nutrisi enteral harus dilakukan secara bertahap.
Tahap pembangunan; dengan mempergunakan mesin pompa
Hari 1 : kecepatan aliran 20 ml/jam = 480 ml/hari
Hari 2 : kecepatan aliran 40 ml/jam = 960 ml/hari
Hari 3 : kecepatan aliran 60 ml/jam = 1440 ml/hari
Hari 4 : kecepatan aliran 80 ml/jam = 1920 ml/hari
Hari 5 : kecepatan aliran 100 ml/jam = 2400 ml/hari = 2400 kcal/hari
Kekurangan kebutuhan cairan dalam tubuh pada hari pertama sampai dengan hari keempat harus ditambahkan dalam bentuk air, teh atau dengan sistem infus (parenteral).

Selanjutnya ada dua kemungkinan:
Kemungkinan I
Nutrisi enteral konsep 24 jam:
Kecepatan aliran nutrisi enteral tetap 100 ml/jam = 2400
ml/hari = 2400 kcal/hari.

Kemungkinan II
Hari 6: kecepatan aliran 120 ml/jam (selama 20 jam/hari)
Hari 7: kecepatan aliran 140 ml/jam (selama 17 jam/hari)
Hari 8: kecepatan aliran 160 ml/jam (selama 15 jam/hari)
Hari 9: kecepatan aliran 180 ml/jam (selama 13 jam/hari)
Hari 10: kecepatan aliran 200 ml/jam (selama 12 jam/hari)

Nutrisi enteral konsep 12 jam
Kecepatan aliran nutrisi enteral tetap 200 ml/jam = 2400ml/hari = 2400 kcal/hari

Maksud konsep 12 jam ini agar pasien hanya terikat oleh
pemberian nutrisi enteral selama 12 jam sehari. Misalnya,hanya antara jam 19 sampai jam 7 pagi sambil tidur.
Apabila timbul rasa mual atau diare, pada waktu tahap pembangunan dianjurkan supaya kecepatan aliran nutrisi enteral diturunkan 40 ml/jam.

Contoh :
26 Cermin Dunia Kedokteran No. 42, 1987
Pada kecepatan 100 ml/jam, pasien merasa mual dan mendapat diare.
Dianjurkan:
-- kecepatan diturunkan sampai 60 ml/jam
-- ditunggu 24 sampai 48 jam sehingga rasa mual dan diare hilang
-- setelah rasa mual dan diare hilang, kecepatan boleh dinaikkan lagi menjadi 80 ml/jam
-- tunggu lagi 48 jam
-- bila tak ada keluhan, kecepatan boleh dinaikkan lagi menjadi 120 ml/jam, dan seterusnya.
Tiap kali timbul rasa mual atau diare, kecepatan aliran nutrisi langsung dikurangi 40 ml/jam dan perlahan-lahan setelah rasa mual dan diare hilang, kecepatan dinaikkan lagi.

• perencanaan keperawatan dari komplikasi metabolik

- periksa kadar gula dalam darah selama nutrisi enteral
- bila terjadi hiperglikemia, terutama pada pasien-pasien yang menderita dibetes melitus, harus dilakukan terapi dengan insulin.


BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

A. Nutrisi enteral per sonde tak perlu dihentikan, bila
1. diare ringan
2. perut terasa penuh
3. pasien terus menerus harus bertahak
4. dislokasi sonde yang tidak terlalu berat

Dalam hal ini, pasien dan perawat dapat menanggulanginya dengan cara-cara sebagai berikut :
-- kecepatan nutrisi enteral harus diturunkan 40 ml/jam
-- apakah ada kemungkinan kontaminasi pada waktu mempersiapkan zat nutrisi?

Bila demikian, sistem saluran dan zat nutrisi harus diganti dengan yang baru dan bersih.
-- periksa letak sonde. Gunakan stetoskop untuk mengauskultasi lambung sambil menyemprot udara ke dalam sonde.

B. Nutrisi enteral harus dihentikan sementara sampai kesukaran-kesukaran ditanggulangi, bila:
1. muntah-muntah
2. pilek (rinitis) yang berat
3. kalau simtom-simtom dari A dalam waktu 48 jam tidak mereda
Selama penghentian ini, perawat atau pasien harus secara teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkan air atau teh agar sonde tidak tersumbat.

C. Nutrisi enteral harus langsung dihentikan dan konsultasi ke
dokter, bila:
1. muntah-muntah yang berat
2. diare yang berat
3. diduga aspirasi

KONTROL RUTIN

1. Setiap 2 hari menimbang berat badan
-- ini merupakan kontrol rutin yang mudah dan efektif
-- bila berat badan tidak naik atau bahkan menurun menunjukkan sesuatu yang tidak sempurna
-- dalam hal ini harus konsultasi ke dokter.
2. Pasien atau perawat harus secara teratur membuat protokol
tentang frekuensi, jumlah dan konsistensi dari tinja.
3. Pasien atau perawat harus setiap kali mengontrol apakah letak tanda pada sonde masih berada di permukaan lubang hidung dan tidak tergeser. Sonde harus tetap melekat sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik, tanpa menimbulkan rasa sakit.
4. Mesin pompa dan sistem pipa plastik harus dikontrol baik- baik kebersihannya dan tidak boleh bocor

"CHECK LIST"
Harus konsultasi ke dokter, bila :
1. berat badan turun
2. pilek (rinitis) yang berat
3. diduga aspirasi
4. muntah-muntah yang berat

Apakah kedudukan sonde masih sempurna? Bila:
1. pasien terus menerus bertahak (refluks)
2. diare: ini akan terjadi bila sonde meluncur terus menuju abdomen atau jejunum.
Dalam hal ini sonde harus agak ditarik ke luar.
Apakah osmolaritas zat nutrisi sesuai dengan yang dianjurkan? Bila:
1. diare
2. perut terasa penuh.
Dalam hal ini harus diperiksa apakah zat nutrisi dipersiapkan sesuai dengan yang dianjurkan oleh pabrik. Perhatikan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah bubuk zatnutrisi.
Apakah kecepatan aliran nutrisi enteral tidak terlalu cepat?
Apakah mesin pompa atau sistem pipa tidak sempurna?
Bila
1. diare
2. perut terasa penuh

Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan NGT
INDIKASI:

• Pasien dengan distensi abdomen karena gas,darah dan cairan
• Keracunan makanan minuman
• Pasien yang membutuhkan nutrisi melalui NGT
• Pasien yang memerlukan NGT untuk diagnosa atau analisa isi lambung

KONTRAINDIKASI:

Nasogastric tube tidak dianjurkan atau digunakan dengan berlebihan kepada beberapa pasien predisposisi yang bisa mengakibatkan bahaya sewaktu memasang NGT,seperti:

• Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior fossa skull fracture. Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka potensial akan melewati criboform plate, ini akan menimbulkan penetrasi intracranial.
• Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali ingestion juga beresiko untuk esophageal penetration.
• Klien dengan Koma juga potensial vomiting dan aspirasi sewaktu memasukan NGT, pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT
• Pasien dengan gastric bypass surgery yang mana pasien ini mempunyai kantong lambung yang kecil untuk membatasi asupan makanan
konstruksi bypass adalah dari kantong lambung yang kecil ke duodenum dan bagian bagain usus kecil yang menyebabkan malabsorpsi(mengurangi kemampuan untuk menyerap kalori dan nutrisi